Tuesday, October 1, 2024

Artikel: Jembatan antara Manusia dan Era Digital

Jembatan antara Manusia dan Era Digital

Oleh: Feri Sulianta

Dalam hidup kita yang semakin dipenuhi oleh teknologi, saya sering merenungkan bagaimana semua ini memengaruhi cara kita berkomunikasi, merasakan, dan memahami dunia. Puisi, sebagai salah satu bentuk ekspresi seni, tidak boleh tertinggal dalam menyambut perubahan zaman. Melalui puisi teknologi, saya ingin mengeksplorasi kedalaman emosi dan pengalaman manusia dalam konteks digital. Ini bukan hanya tentang alat dan perangkat, tetapi tentang bagaimana teknologi membentuk identitas kita dan cara kita berinteraksi satu sama lain.

Pentingnya Puisi Teknologi

Puisi teknologi penting untuk diangkat dalam dunia sastra di Indonesia, dan berikut adalah beberapa alasannya:

  1. Menggambarkan Realitas Sosial: Kita hidup di era di mana hampir setiap aspek kehidupan kita terhubung dengan teknologi. Puisi teknologi memungkinkan kita untuk merefleksikan realitas ini. Misalnya, dalam puisi saya "Gema di Ruang Maya," saya menggambarkan bagaimana suara-suara dalam ruang digital bisa membentuk kesunyian yang mendalam. Di sini, teknologi bukan hanya alat, tetapi juga sebuah ruang di mana kita berinteraksi dan berpisah.

  2. Membangun Kesadaran: Puisi dapat menjadi alat untuk membangkitkan kesadaran akan isu-isu sosial yang dihadapi masyarakat modern. Dalam karya "Jaring-jaring Ketidakpastian," saya membahas dampak kecanduan media sosial terhadap kesehatan mental. Melalui kata-kata, saya berusaha untuk menyampaikan betapa pentingnya menyadari hubungan kita dengan teknologi dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi kualitas hidup kita.

  3. Ekspresi Identitas: Di tengah globalisasi, puisi teknologi memberikan wadah bagi penulis untuk mengekspresikan identitas budaya mereka. Contohnya, dalam puisi saya "Langit yang Terhubung," saya mengeksplorasi bagaimana teknologi menghapus batasan geografis dan budaya, memungkinkan kita untuk merasakan pengalaman bersama meskipun terpisah oleh jarak.

  4. Menghadapi Tantangan Moral: Puisi teknologi juga dapat berfungsi sebagai refleksi etis. Dalam "Dilema Digital," saya menggambarkan konflik antara kenyamanan teknologi dan dampaknya terhadap privasi. Dengan merangkum perasaan dan pertanyaan yang muncul dari dilema ini, saya berharap pembaca dapat merenungkan pilihan mereka dalam menggunakan teknologi.

Menyambut Masa Depan

Di Indonesia, puisi teknologi bisa menjadi jembatan antara generasi yang lebih tua dan yang lebih muda. Ini adalah cara bagi kita untuk berbagi pengalaman dan memahami realitas yang berbeda. Dengan menulis puisi yang menggambarkan dampak teknologi, kita memberikan suara kepada generasi yang mungkin merasa terpinggirkan dalam diskusi tentang kemajuan dan modernitas.

Di era di mana banyak orang merasa terisolasi meskipun terhubung secara digital, puisi teknologi dapat menjadi pengingat bahwa di balik layar, kita semua memiliki cerita untuk diceritakan. Melalui puisi, kita dapat menciptakan dialog yang lebih dalam dan menemukan kembali makna dalam hubungan kita—baik itu dengan diri kita sendiri, dengan orang lain, atau dengan dunia di sekitar kita.

Saya mengajak para pembaca untuk merangkul puisi teknologi dan menjadikannya bagian dari perjalanan kreatif kita bersama. Mari kita eksplorasi, berinovasi, dan berbagi cerita yang lahir dari pengalaman hidup di era digital ini. Dengan demikian, puisi teknologi tidak hanya akan menjadi sebuah genre, tetapi juga sebuah gerakan untuk memahami dan merayakan kompleksitas kehidupan modern.


 

0 comments:

Post a Comment

Search This Blog

Powered by Blogger.

About Me

My photo
Dr. Feri Sulianta, S.T., M.T., MOS, MTA, CPC, CNNLP, CHA mengawali karir sebagai Chief Information Officer, saat ini ia mengajar di beberapa perguruan tinggi dan menggeluti peran sebagai life coach. Kegemarannya menulis membuatnya didapuk MURI(2016) sebagai penulis buku Teknologi Informasi terbanyak. LEPRID (2018) memberikan apresiasi sebagai Penulis dengan Kategori Buku Terbanyak, 19 kategori untuk 88 buku. Hingga kini Feri Sulianta sudah memublikasikan lebih dari 100 judul buku.