Showing posts with label feri sulianta. Show all posts
Showing posts with label feri sulianta. Show all posts

Saturday, October 12, 2024

Puisi: Data Warehouse Gagal Rapi

Data Warehouse Gagal Rapi

Di pojok sunyi si gudang data,
Berderet-deret file bagai sarjana.
Para analis sibuk berceloteh,
"Mau query apa, nih? Jangan salah pilih!"

Ada yang jatuh, ada yang hilang,
Data berhamburan, terbang melayang.
"Kemana perginya record kemarin?
Ah, lupa di-index, jadi lenyap tak terpilih."

Si data warehouse makin penuh,
Kompleksitasnya bikin jantung mengeluh.
Paket data tak rapi, asal-asalan,
"Bentar-bentar! Ambil dulu kalkulasi hitungan!"

Engineer teriak, "Cluster overload!"
Manajer kebingungan, "Ini kenapa, bos?"
"Data mart bocor, report kacau,"
SQL pun nyangkut, ya Tuhan, kasihanlah!

Tapi di balik semua tawa,
Si gudang ini, walau penuh cela,
Adalah pondasi sihiran data,
Tempat segala solusi bisa disimpan—dengan canda!


 


Makna Puisi:

Puisi ini menggambarkan kompleksitas sekaligus kekonyolan dalam pengelolaan data warehouse di bidang informatika. Meskipun data warehouse adalah pusat penyimpanan data penting yang mendukung banyak keputusan bisnis, dalam praktiknya sering terjadi masalah seperti data yang tidak terorganisir dengan baik, overload server, dan kekacauan lain yang dapat mengundang tawa. Lewat nada humor, puisi ini menyiratkan pentingnya menjaga keteraturan dan pengelolaan yang baik, sambil tetap menyadari bahwa kesalahan dan masalah adalah bagian tak terpisahkan dari dunia teknologi.

Thursday, October 10, 2024

Puisi: "Menambang Kata di Laut Data"

"Menambang Kata di Laut Data"

Di lautan data, ku tenggelam termenung,
Cari makna dari teks yang panjang dan beruntun.
Pakai algoritma, sungguh aku kagum,
Tapi kenapa hasilnya masih berantakan, maklum.

Pilih kata kunci, ada yang berlari,
Kadang keluar, kadang sembunyi lagi.
Bagai detektif, aku telusuri jejak,
Tapi data terus bercanda, bikin otak capek sejenak.

N-gram dan token, kau jadi kawan,
Tapi kenapa selalu bikin aku pusing bukan kepalang?
Stopword yang banyak, ku singkirkan dengan marah,
Tapi entah kenapa, hasil akhir malah serasa parah.

Di balik layar komputer, ku tetap mencoba,
Meski kata-kata beterbangan, menggila.
Text mining ini bagai tambang harta,
Namun yang kutemukan? Hanya meme lucu dan tawa semata!


 

Tuesday, October 8, 2024

Puisi: Debugging Dini Hari

Debugging Dini Hari

Kupikir mudah belajar koding,
Syntax Python, sederhana, tak membingungkan,
Tapi mengapa di layar tampak segalanya?
Eror merah muncul, bagai mimpi buruk tiba.

"Koma di mana?" tanya si compiler,
Kutambahkan koma, malah tambah liar!
If else kubaca bak puisi petang,
Tapi logikanya? Ya Tuhan, hilang!

Variabel kulupa beri nama,
Tapi jangan khawatir, aku sudah terbiasa.
"Coba lagi," kataku dengan mantap,
Sampai akhirnya tidur sambil laptop tetap menyala.

Jam tiga pagi, kopi tinggal sisa,
Di monitor, bug-bug kecil menari ria.
Sudah kuanggap mereka teman setia,
Selalu ada, meski tak pernah kuminta.

Jadi, kalau kau tanya sulitkah koding?
Mungkin tak sulit, kalau tak ada debugging.
Tapi entah kenapa, aku selalu kembali,
Walau terkadang harus tertawa sendiri.

Akhir kata: belajar koding, teman,
Sebuah seni, antara eror dan impian! 😄


Tuesday, October 1, 2024

Artikel: Jembatan antara Manusia dan Era Digital

Jembatan antara Manusia dan Era Digital

Oleh: Feri Sulianta

Dalam hidup kita yang semakin dipenuhi oleh teknologi, saya sering merenungkan bagaimana semua ini memengaruhi cara kita berkomunikasi, merasakan, dan memahami dunia. Puisi, sebagai salah satu bentuk ekspresi seni, tidak boleh tertinggal dalam menyambut perubahan zaman. Melalui puisi teknologi, saya ingin mengeksplorasi kedalaman emosi dan pengalaman manusia dalam konteks digital. Ini bukan hanya tentang alat dan perangkat, tetapi tentang bagaimana teknologi membentuk identitas kita dan cara kita berinteraksi satu sama lain.

Pentingnya Puisi Teknologi

Puisi teknologi penting untuk diangkat dalam dunia sastra di Indonesia, dan berikut adalah beberapa alasannya:

  1. Menggambarkan Realitas Sosial: Kita hidup di era di mana hampir setiap aspek kehidupan kita terhubung dengan teknologi. Puisi teknologi memungkinkan kita untuk merefleksikan realitas ini. Misalnya, dalam puisi saya "Gema di Ruang Maya," saya menggambarkan bagaimana suara-suara dalam ruang digital bisa membentuk kesunyian yang mendalam. Di sini, teknologi bukan hanya alat, tetapi juga sebuah ruang di mana kita berinteraksi dan berpisah.

  2. Membangun Kesadaran: Puisi dapat menjadi alat untuk membangkitkan kesadaran akan isu-isu sosial yang dihadapi masyarakat modern. Dalam karya "Jaring-jaring Ketidakpastian," saya membahas dampak kecanduan media sosial terhadap kesehatan mental. Melalui kata-kata, saya berusaha untuk menyampaikan betapa pentingnya menyadari hubungan kita dengan teknologi dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi kualitas hidup kita.

  3. Ekspresi Identitas: Di tengah globalisasi, puisi teknologi memberikan wadah bagi penulis untuk mengekspresikan identitas budaya mereka. Contohnya, dalam puisi saya "Langit yang Terhubung," saya mengeksplorasi bagaimana teknologi menghapus batasan geografis dan budaya, memungkinkan kita untuk merasakan pengalaman bersama meskipun terpisah oleh jarak.

  4. Menghadapi Tantangan Moral: Puisi teknologi juga dapat berfungsi sebagai refleksi etis. Dalam "Dilema Digital," saya menggambarkan konflik antara kenyamanan teknologi dan dampaknya terhadap privasi. Dengan merangkum perasaan dan pertanyaan yang muncul dari dilema ini, saya berharap pembaca dapat merenungkan pilihan mereka dalam menggunakan teknologi.

Menyambut Masa Depan

Di Indonesia, puisi teknologi bisa menjadi jembatan antara generasi yang lebih tua dan yang lebih muda. Ini adalah cara bagi kita untuk berbagi pengalaman dan memahami realitas yang berbeda. Dengan menulis puisi yang menggambarkan dampak teknologi, kita memberikan suara kepada generasi yang mungkin merasa terpinggirkan dalam diskusi tentang kemajuan dan modernitas.

Di era di mana banyak orang merasa terisolasi meskipun terhubung secara digital, puisi teknologi dapat menjadi pengingat bahwa di balik layar, kita semua memiliki cerita untuk diceritakan. Melalui puisi, kita dapat menciptakan dialog yang lebih dalam dan menemukan kembali makna dalam hubungan kita—baik itu dengan diri kita sendiri, dengan orang lain, atau dengan dunia di sekitar kita.

Saya mengajak para pembaca untuk merangkul puisi teknologi dan menjadikannya bagian dari perjalanan kreatif kita bersama. Mari kita eksplorasi, berinovasi, dan berbagi cerita yang lahir dari pengalaman hidup di era digital ini. Dengan demikian, puisi teknologi tidak hanya akan menjadi sebuah genre, tetapi juga sebuah gerakan untuk memahami dan merayakan kompleksitas kehidupan modern.


 

Search This Blog

Powered by Blogger.

About Me

My photo
Dr. Feri Sulianta, S.T., M.T., MOS, MTA, CPC, CNNLP, CHA mengawali karir sebagai Chief Information Officer, saat ini ia mengajar di beberapa perguruan tinggi dan menggeluti peran sebagai life coach. Kegemarannya menulis membuatnya didapuk MURI(2016) sebagai penulis buku Teknologi Informasi terbanyak. LEPRID (2018) memberikan apresiasi sebagai Penulis dengan Kategori Buku Terbanyak, 19 kategori untuk 88 buku. Hingga kini Feri Sulianta sudah memublikasikan lebih dari 100 judul buku.