Showing posts with label puisi teknologi. Show all posts
Showing posts with label puisi teknologi. Show all posts

Monday, October 14, 2024

Puisi: 10 Hukum Dunia Digital

10 Hukum  Dunia Digital

Babak 1: Jangan Ada Komputer Jahat di Hadapanmu
Di layar biru kau setia,
Komputermu, penuh etika.
Hanya padanya kau berpaling,
Segala data padanya kau sambung kelingking.

Babak 2: Jangan Mencuri Piksel Tetangga
Di jendela tetangga kau tak mengintip,
Foldernya tertutup, jangan kau culik.
Segala milik di dunia maya,
Bukan untukmu, walau ada di layar terbuka.

Babak 3: Jangan Berpura-pura Jadi Orang Lain
Jangan bersalin rupa di ruang siber,
Jadilah dirimu, tak perlu sihir.
Dengan topeng digital kau berjalan,
Tapi jejak IP-mu akan terbongkar perlahan.

Babak 4: Hormati Privasi Orang
Di email tetangga jangan kau selidik,
Privacy itu bukan sekadar click.
Layaknya surat yang disegel rapat,
Jaga privasi, agar hidup tak berat.

Babak 5: Jangan Menyebarkan Malware Ke Mana-Mana
Virus itu bukan hadiah manis,
Jangan kau kirim di hari Senin atau Kamis.
Sistem rusak, jiwa pun kacau,
Malware itu iblis dunia siber yang keruh.

Babak 6: Jangan Meretas Secara Kejam
Menjadi hacker bak ninja malam,
Tapi tak untuk rusak, hanya diam.
Tak ada kehormatan di kode yang kau langgar,
Sebarkan keamanan, tak perlu gentar.

Babak 7: Jangan Pakai Kode Gelap
Script gelap yang kau tulis sembunyi,
Hanya buat orang lain menangis sendiri.
Bermain curang dalam coding malam,
Takkan buat dunia siber lebih dalam.

Babak 8: Hormati Hasil Karya Orang Lain
Program dan file yang dibuat susah,
Jangan kau curi, walau kau lelah.
Hormati kreasi yang sungguh nyata,
Meski berbentuk file atau data.

Babak 9: Bagikan Pengetahuan untuk Kebaikan
Ilmu itu seperti cahaya bintang,
Berbagi takkan buatmu hilang.
Buka code, buka pikiran,
Agar dunia digital penuh wawasan.

Babak 10: Etika di Dunia Nyata Sama di Dunia Maya
Apa yang kau lakukan di ruang nyata,
Cerminkan dirimu di ruang maya.
Etika tak beda, baik di layar atau ruang,
Jadi manusia bijak, di dunia tanpa uang.

 



Makna Masing-Masing Babak

 
Puisi ini membahas prinsip-prinsip etika komputer secara implisit. Babak pertama menyarankan untuk tidak menggunakan komputer untuk merugikan atau menyakiti orang lain. Babak kedua dan ketiga menegaskan pentingnya menjaga privasi dan identitas, tanpa mencuri atau berpura-pura menjadi orang lain. Babak keempat hingga ketujuh berbicara tentang menjaga privasi orang lain, tidak menyebarkan virus, tidak meretas, serta tidak menggunakan kode untuk hal-hal jahat. Babak kedelapan menyoroti pentingnya menghargai karya orang lain, sementara babak kesembilan mengajak untuk berbagi ilmu demi kebaikan bersama. Terakhir, babak kesepuluh mengingatkan bahwa etika berlaku sama baik di dunia nyata maupun maya.

Puisi: Simley Kelewat Ekspresif

Simley Kelewat Ekspresif

Simley tersenyum di layar kecil,
Mata bulat, mulut mungil, manisnya stabil.
Lalu datang Simley yang rada usil,
Ngirim wink ;) bikin semua kaget dan kikil.

Ada juga si XD yang ketawa terbahak,
Sampai emot lain bilang, "Bro, kamu berisik banget!"
Si :( datang, wajahnya muram sendu,
Padahal baru tadi dia join grup seru.

Di pojok ada si

dengan lidah menjulur,
Bikin suasana jadi makin akur.
Si ;) kirim pesan tanpa suara,
Bikin hati sedikit deg-degan nggak karuan juga.

Mereka rame di grup chatting tanpa batas,
Setiap emosi muncul tanpa batasan kelas.
Simley di dunia maya, ekspresi nan fana,
Lucu tapi bikin dunia jadi lebih warna.

 


Antara Jalan dan Pesanan

Antara Jalan dan Pesanan

Dipesan tadi es teh manis,
Yang datang malah sayur gadis,
Kurirnya bilang, "Maaf ya, Mas,
Jalan macet, aku jadi lemas."

"Nasi goreng, teh ayam bakar,
Kok malah bubur ayam sumbar?"
Di chat kurir, aku protes,
"Tunggu, Mas, nanti aku beres!"

Terus nunggu, perutku lapar,
Harapan es jeruk tinggal samar,
Tiba-tiba kurir bilang ceria,
"Pesananmu hilang di area dua!"

Aku cek GPS, kurir putar,
Lewati jalan, berliku putar,
Di chat dia bilang, "Sabar, Bro,
Tadi aku nyasar ke toko stro!"

Akhirnya datang, lega di hati,
Tapi sayang, es jeruk ku mati,
Pakai senyum, dia bilang lirih,
"Ini pasti ada konspirasi sih!"

Terbang, Bukan Tawon

Terbang, Bukan Tawon

Ada suara dengung di langit biru,
Melintasi awan, terbang tinggi penuh laku.
Tak punya sayap, tapi melayang indah,
Lewat jendela kamar, melewati genting rumah.

Kucingku heran, kepala miring mengintip,
Ada benda kecil melaju, bikin dia terpikir.
Bukan elang, bukan layangan di udara,
Ini makhluk terbang yang aneh tapi nyata.

Di taman sebelah, tetangga berbisik,
“Jangan-jangan itu pesawat plastik?”
Melaju pelan, kemudian cepat,
Berlari ke arah antena dengan nekat.

Aku tertawa sambil pegang alat,
Sembunyi di balik pagar, tetap semangat.
Tak perlu teriak, cukup satu tombol,
Benda itu naik, melesat tanpa kontrol.

Terbang lagi hari ini, besok lebih piawai,
Semoga kali ini tak menabrak tiang sampai rusak parah,
Benda kecil di langit, terus menari,
Menjelajahi dunia tanpa henti-henti.


Puisi: Aku dan Gelas Kopi yang Tidak Nyata

Aku dan Gelas Kopi yang Tidak Nyata

Di balik kacamata ajaibku,
Kota jadi arena penuh keliru,
Jalan raya lengang, eh, tapi tunggu,
Ada ubur-ubur melayang, kok aku bingung?

Gelas kopi di udara, menggoda diriku,
Tanganku terulur, tapi hampa yang kutuju,
Ternyata dunia maya, bukan nyata, aduhai,
Tertipu lagi, padahal tadi hampir kuyakini.

Lampu lalu lintas? Salah warna,
Biru kuning jingga, semua gembira,
Ku tersenyum sendiri, tak bisa mengelak,
Kacamata ini, sungguh bikin hidup terbalik.

Semua tampak nyata, tapi tak bisa ku sentuh,
Realita yang kabur, bagai angin di ufuk jauh,
Hidupku berubah jadi panggung komedi,
Saat dunia maya menari di depan mata ini.


Puisi: Sistem yang Katanya Pintar

Sistem yang Katanya Pintar

Di meja kantorku yang penuh kertas,
Datanglah dia, sistem serba jelas.
Katanya akan rapih, katanya akan mudah,
Segala data teratur, bebas dari lelah.

Layar berkedip, grafik terbang,
Angka-angka meluncur, semuanya hilang.
Pesanan masuk, stok berkurang,
Tapi kenapa malah tambah bimbang?

Mungkin tombol ini, atau kolom itu,
Laporan jadi, tapi kenapa selalu satu?
Sistem canggih, bikin janji tinggi,
Namun menggunakannya, aku jadi bingung sendiri.

Manajer tertawa, “Tenang, itu biasa,”
Katanya semua butuh waktu seirama.
Tapi sampai kapan kita berjuang,
Dalam layar penuh tanda tanya yang tak hilang?

Gudang terpantau, produk tercatat,
Namun entah kenapa, kerja jadi lambat.
Sistem ini memang pintar, katanya mahir,
Tapi kadang bikin hariku sedikit getir.



Makna Puisi:

Puisi ini menyampaikan pengalaman frustrasi yang dihadapi oleh para pekerja saat menggunakan sistem teknologi kompleks yang dijanjikan akan mempermudah pekerjaan mereka. Meskipun sistem tersebut dirancang untuk mengatur berbagai data dan operasi bisnis secara efisien, kenyataannya pengguna sering kali harus menghadapi kebingungan dan masalah teknis yang tidak terduga. Melalui pendekatan humor, puisi ini menunjukkan bahwa teknologi yang “pintar” tidak selalu memberikan pengalaman yang mudah, dan adaptasi dengan sistem tersebut bisa menjadi perjalanan yang menantang.

Puisi: Detektif Bit dan Byte

Detektif Bit dan Byte

Di dunia digital penuh misteri,
Ada pekerjaan lucu, si tukang teliti.
Bukan detektif jalan atau lacak sidik jari,
Tapi komputer forensik, si pemburu memori.

Laptop tergeletak, layar redup termenung,
Di dalamnya jejak-jejak file pun terhitung.
Di pojok sana, mouse berlari ketakutan,
Seakan menyembunyikan rahasia yang tak tertahankan.

"Mana filemu yang terhapus?" seru sang pakar,
Sambil memeriksa folder dengan gaya tegar.
Dokumen nakal, hilang tanpa jejak,
Tapi detektif tahu, data takkan lepas.

Hard disk menangis, RAM berteriak,
Sang pakar sibuk, tak kenal lelah.
CPU panas, browser pun pingsan,
Namun si detektif tetap bertahan.

"Aha! Ini dia jejak yang tertinggal!"
Virus tertawa, tapi tetap gagal.
Sang detektif tersenyum penuh semangat,
Satu lagi kasus digital terselesaikan hebat.

Puisi: Dunia TikTok

Dunia TikTok

Di TikTok kita nari tak kenal malu,
Lupa diri, wajah pun jadi lucu,
Tangan melambai, pinggang bergoyang,
Satu-dua swipe, semua ikut riang.

Challenge baru, tiap hari ada,
Bikin orang tua pun ikut gaya,
Lip sync lagu, ekspresi datar,
Siapa sangka, jadi viral sebentar?

Filter muka, bikin kocak parah,
Dari hidung lebar sampai telinga jengah,
Scroll terus, lupa makan malam,
Oh TikTok, engkau sihir yang dalam.

Ada yang joget, ada yang ngelawak,
Semua berlomba jadi yang paling beriak,
Di kolom komentar, tawa bersahutan,
TikTok, jejaring penuh warna dan godaan.


Puisi: Cuitan Sang Burung Biru

Cuitan Sang Burung Biru

Di dunia maya, burung biru berdering,
Setiap cuitan bagai gemerincing koin king,
Orang-orang datang dan pergi,
Dengan opini yang tak pernah sepi.

Ada yang berdebat soal kopi,
Lalu tiba-tiba bahas teori konspirasi,
Emoji tertawa, marah, dan bingung,
Berterbangan seperti kupu-kupu kumbang.

Ada yang retweet, ada yang like,
Viral dalam hitungan detik,
Cuitan receh jadi trending,
Siapa sangka bisa jadi penting?

Politik, olahraga, hingga drama seleb,
Semua campur jadi kolase yang lebat,
Netizen pun jadi sastrawan dadakan,
Di kolom komentar mereka berpantun ria.

Tapi hati-hati, jangan terlalu serius,
Di Twitter, lelucon bisa jadi virus,
Hanya satu cuitan salah kata,
Langsung trending, terblokir, jadi cerita!

Dunia Twitter penuh warna-warni,
Setiap timeline adalah panggung seni,
Sekali cuit, semua bisa terbelit,
Selamat datang di negeri cuitan yang penuh kicau unik!



Makna Puisi:

Puisi ini menggambarkan Twitter sebagai platform media sosial yang dinamis dan penuh keanekaragaman. Setiap pengguna memiliki kesempatan untuk menyuarakan pendapat, berinteraksi dengan pengguna lain, dan bahkan berpartisipasi dalam tren global. Meski banyak hal receh atau lucu yang menjadi viral, ada juga sisi serius dari platform ini, di mana cuitan bisa berdampak besar. Namun, pada akhirnya, puisi ini mengingatkan bahwa yang dilansir di Twitter  tidak selalu harus diambil terlalu serius, melainkan dapat dipandang juga sebagai tempat hiburan dan humor.

Sunday, October 13, 2024

Puisi: Selebgram di Panggung Maya

Selebgram di Panggung Maya

Di dunia maya dia gemerlap, penuh gaya,
Selfie di kafe mewah, tiap sorot bersinar ria.
Filter menari, pose tak pernah sia-sia,
Dengan caption bijak, katanya, "Jadi diri sendiri saja."

Follow dan like datang bertubi-tubi,
Padahal di balik layar, cuma ngemil di kursi.
Bikin konten tiap hari, tak ada jeda,
Demi endorse barang, dari lipstik hingga sepatu Prada.

Mobil mewah pinjaman, ngopi cuma segelas,
Semua tampak sempurna, ah, begini lah kelas.
Tapi di hati kecil, kadang terselip tanya,
“Kapan jadi nyata, bukan cuma drama maya?”

Tertawa sendiri, terus jalan seirama,
Toh yang penting followers, bukan soal lama.
Maka dia terus terbang, di langit maya,
Selebgram yang gemilang, penuh tipu-tipu nyata.

 


Puisi: Hidup di Balik Lensa

Hidup di Balik Lensa

Oh Youtuber, pemburu subscriber setia,
Pagi buta hingga malam larut tak lelah berkreasi ria.
Di depan kamera bergaya penuh daya,
Demi like, view, dan komentar pujian membara.

Dari prank lucu sampai tutorial gagal,
Semua direkam, dipoles hingga viral.
Edit video sampai mata merah,
Tak peduli, asal thumbnailnya cetar membelah!

Tagline catchy, "Jangan lupa like dan subscribe, ya!",
Semangat juang demi algoritma tak pernah padam membara.
"Klik lonceng biar nggak ketinggalan,
Update terbaru, siapa tahu bermanfaat buat yang kesepian."

Kadang komennya pedas, bikin sakit kepala,
Tapi demi adsense, harus tetap ceria.
Drama, tantangan, konten luar biasa,
Youtuber tetap jaya, walau kadang ya cuma gaya.


 

Puisi: Bluetooth yang Lupa Jalan Pulang

Bluetooth yang Lupa Jalan Pulang

Bluetooth, kau sungguh misterius,
Kadang cepat, kadang serius.
Di tengah riuh sinyal membentang,
Kau sering lupa jalan pulang.

Handphoneku memanggilmu,
Namun kau sibuk mencari sinyal biru.
Di telinga, musikku tertunda,
Karena kau masih berkelana.

Speaker di sudut sana,
Menunggu penuh harap dan tanya.
"Dimana dia, Bluetoothku?"
Ia bergumam, sambil menatap kelu.

Oh Bluetooth, koneksimu ajaib,
Membuat hariku penuh canda dan takdir.
Ketika akhirnya kau menyambung,
Rasanya seperti memenangkan undian agung.

Tapi kadang, aku pun lelah,
Mencari sinyalmu yang selalu berubah.
Mungkin esok, aku pakai kabel saja,
Lebih pasti dan tak ada drama.


 

Puisi: Ode untuk Excel, Sang Penyelamat Layar

 Ode untuk Excel, Sang Penyelamat Layar

Di pagi buta ku buka lembaran Excel,
Sel-sel berbaris rapi, siaga berkelana,
Rumah angka, simbol, dan rumus tak kenal henti,
Oh, petualangan data yang penuh teka-teki!

Angka-angka meloncat, jadi grafik tiba-tiba,
Seakan-akan punya nyawa sendiri di layar kaca,
CTRL + C, CTRL + V, kuandalkan sepenuh hati,
Namun, kolom dan baris kadang bikin puyeng lagi.

Pivot table, oh dewa misteri tak tertandingi,
Sekali salah klik, semua data langsung berlari,
Dan formula IF, kapan jadi temanku?
Tak usah khawatir, semua akan selesai dalam satu... atau dua hari.

Baris hilang, rumus menghilang tak pamit,
Ku hitung ulang, eh, ternyata angka salah diketik!
Tapi tenang, kuselamatkan dengan undo,
Karena hidup di Excel, segalanya penuh liku.

Jadi, marilah bersama rayakan kawan lama,
Spreadsheet tercinta yang penuh drama.
Walau kadang bikin frustasi tak terhingga,
Tetap dia penolong saat data bertebaran di udara!


 

Puisi: SEO Si Penakluk Mesin Pencari

SEO Si Penakluk Mesin Pencari

Di dunia maya yang penuh misteri,
Ada satu kunci, tak kasat mata, tapi pasti.
Namanya SEO, si raja kata,
Mengatur lalu lintas, tak ada lelahnya.

"Keyword di mana? Letakkanlah tepat!"
Seru sang algoritma yang tak pernah penat.
Meta deskripsi, judul pun dipoles rapi,
Agar naik ke puncak, tak tertandingi.

Link internal, backlink kuat,
Menjalin jejaring, SEO memang hebat.
Tapi jangan lupa, konten harus cerdas,
Karena pembaca tak ingin tertipu bulat.

Namun, oh SEO, tak selalu adil,
Kadang trik lama pun bisa memikat alih.
Setiap update algoritma, hati jadi gelisah,
Menebak langkah Google, selalu berusaha.

Jadi kawan, belajarlah trik si SEO ini,
Agar websitemu berjaya, tampil gemilang di lini.
Tapi hati-hati, jangan serakah,
Karena penalti Google bisa menampar dadamu lemah.

 


Saturday, October 12, 2024

Puisi: Data Warehouse Gagal Rapi

Data Warehouse Gagal Rapi

Di pojok sunyi si gudang data,
Berderet-deret file bagai sarjana.
Para analis sibuk berceloteh,
"Mau query apa, nih? Jangan salah pilih!"

Ada yang jatuh, ada yang hilang,
Data berhamburan, terbang melayang.
"Kemana perginya record kemarin?
Ah, lupa di-index, jadi lenyap tak terpilih."

Si data warehouse makin penuh,
Kompleksitasnya bikin jantung mengeluh.
Paket data tak rapi, asal-asalan,
"Bentar-bentar! Ambil dulu kalkulasi hitungan!"

Engineer teriak, "Cluster overload!"
Manajer kebingungan, "Ini kenapa, bos?"
"Data mart bocor, report kacau,"
SQL pun nyangkut, ya Tuhan, kasihanlah!

Tapi di balik semua tawa,
Si gudang ini, walau penuh cela,
Adalah pondasi sihiran data,
Tempat segala solusi bisa disimpan—dengan canda!


 


Makna Puisi:

Puisi ini menggambarkan kompleksitas sekaligus kekonyolan dalam pengelolaan data warehouse di bidang informatika. Meskipun data warehouse adalah pusat penyimpanan data penting yang mendukung banyak keputusan bisnis, dalam praktiknya sering terjadi masalah seperti data yang tidak terorganisir dengan baik, overload server, dan kekacauan lain yang dapat mengundang tawa. Lewat nada humor, puisi ini menyiratkan pentingnya menjaga keteraturan dan pengelolaan yang baik, sambil tetap menyadari bahwa kesalahan dan masalah adalah bagian tak terpisahkan dari dunia teknologi.

Friday, October 11, 2024

Puisi: OTP-nya?

OTP-nya?

Teringat saat login ke akun,
Pikirku, “Ah, biasa, tak perlu bingung,”
Tapi di layar tiba-tiba tertera,
“Masukkan OTP, segera di sana.”

“OTP? Apa itu?” tanyaku pelan,
Lalu SMS datang bertubi-tubi, kawan.
Kode angka, enam digit tertulis manis,
“Cepat! Masukkan, sebelum habis.”

Kuambil ponsel, kode siap di tangan,
Namun tak lama, hilang dalam kenangan.
Tiba-tiba aku lupa, mau masukkan apa,
Kode terbang, terhapus tanpa sengaja.

Keringat dingin, kucek lagi,
"Kirimi ulang," jari pun menari.
OTP baru, tapi waktunya sempit,
Sebelum selesai, kode sudah habis.

Tak habis akal, kuulangi lagi,
Namun si OTP terus saja pergi.
"Sudahlah," kata hati dengan lirih,
"Ini hanya ujian, jangan terlalu sedih."

Akhirnya sukses, kode diterima,
Masuklah aku dengan bahagia.
Namun di hati ada satu tanya,
"Kenapa OTP selalu membuat drama?"


 


Makna Puisi:

Puisi ini menggambarkan pengalaman frustasi namun lucu yang sering dialami banyak orang saat harus berurusan dengan OTP (One-Time Password). Dalam konteks keamanan, OTP sangat penting, namun prosesnya sering kali membuat kita tergesa-gesa atau panik, terutama saat waktunya hampir habis dan kita harus meminta kode baru. Puisi ini menyoroti sisi humor dari situasi tersebut, ketika teknologi yang dirancang untuk memudahkan kadang malah menjadi sumber stres kecil.

Catatan: 

OTP (One-Time Password) adalah kata sandi atau kode keamanan yang hanya berlaku untuk satu sesi atau transaksi tertentu. Setelah digunakan, kode tersebut tidak lagi dapat digunakan kembali. OTP sering digunakan dalam sistem otentikasi dua faktor (2FA) untuk meningkatkan keamanan. Berikut beberapa ciri OTP:

  1. Satu kali pakai: OTP hanya bisa digunakan satu kali, sehingga mengurangi risiko pencurian kata sandi.
  2. Waktu terbatas: Biasanya, OTP hanya berlaku untuk jangka waktu tertentu, seperti beberapa menit.
  3. Dikirimkan secara aman: OTP biasanya dikirimkan melalui SMS, email, atau aplikasi autentikasi seperti Google Authenticator.

OTP berguna untuk menghindari serangan brute force dan phishing, karena meskipun ada orang yang mencuri OTP, mereka tidak bisa menggunakannya di masa depan setelah OTP kadaluarsa.

 

Puisi: Camel Case atau Gaya Sendiri?

Camel Case atau Gaya Sendiri?

Di dunia kode yang penuh misteri,
Camel case datang, coba hampiri,
Huruf kecil, huruf besar berganti,
Katanya, ini standar yang pasti.

"myVariable" katanya tepat,
Tapi si Budi malah berbuat.
"myvariable" tertulis rata,
Dengan huruf kecil semuanya.

Si Andi lebih kreatif lagi,
Huruf kapital di sana-sini,
"MYVariable" katanya keren,
Tapi kok jadi susah di-kenang?

Lalu Susi, oh si pintar Susi,
Pakai underscore tak tanggung-tanggung,
"my_variable_name" jadi panjang,
Seolah puisi, tapi malah membingungkan.

Di kantor pun jadi perdebatan,
Gaya siapa yang paling paten?
Camel case, Pascal, atau yang lain,
Semua merasa gaya paling keren.

Tapi yang lucu dari kisah ini,
Standar dibuat untuk harmoni,
Namun setiap coder, dengan hati,
Lebih suka gaya sendiri.

Kata si bos, "Sudahlah, kawan,
Yang penting kodenya jalan!"

 


Makna Puisi:

Puisi ini menggambarkan kebingungan yang dialami oleh para programmer dalam menentukan gaya penulisan kode yang tepat, khususnya dalam hal camel case. Meskipun ada standar penulisan yang dianjurkan, seperti camel case dan Pascal case, banyak programmer lebih memilih gaya mereka sendiri, yang sering kali memicu kebingungan dan perdebatan di antara rekan kerja. Pada akhirnya, humor dari situasi ini muncul ketika disadari bahwa yang paling penting adalah fungsionalitas program, bukan gaya penulisan yang digunakan.

Thursday, October 10, 2024

Puisi: "Menambang Kata di Laut Data"

"Menambang Kata di Laut Data"

Di lautan data, ku tenggelam termenung,
Cari makna dari teks yang panjang dan beruntun.
Pakai algoritma, sungguh aku kagum,
Tapi kenapa hasilnya masih berantakan, maklum.

Pilih kata kunci, ada yang berlari,
Kadang keluar, kadang sembunyi lagi.
Bagai detektif, aku telusuri jejak,
Tapi data terus bercanda, bikin otak capek sejenak.

N-gram dan token, kau jadi kawan,
Tapi kenapa selalu bikin aku pusing bukan kepalang?
Stopword yang banyak, ku singkirkan dengan marah,
Tapi entah kenapa, hasil akhir malah serasa parah.

Di balik layar komputer, ku tetap mencoba,
Meski kata-kata beterbangan, menggila.
Text mining ini bagai tambang harta,
Namun yang kutemukan? Hanya meme lucu dan tawa semata!


 

Puisi: Si Jari Belanja, Dompet Terancam

Si Jari Belanja, Dompet Terancam

Mulai pagi buka mata, sambil ngulet malas-malasan,
Lihat handphone tergeletak, ada notifikasi menggoda,
"Flash sale segera dimulai, diskon besar tak terduga!"
Akhirnya klik tanpa sadar, walau dompet mulai gundah.

Sepatu, baju, alat dapur, semua klik dalam sekejap,
Tiap malam kiriman datang, rumah pun mulai sesak,
Kotak kardus berjejer rapi, seperti menara tertinggi,
Padahal yang beli cuma sandal, eh yang datang kulkas mini!

"Free ongkir? Wah, rugi kalau dilewatkan!"
Tak terasa tambah lagi, barang-barang tak karuan,
Tetangga tanya heran, "Buka toko atau pindahan?"
Tersenyum malu, jawab pelan, "Ah, cuma promoan."

Akhir bulan datang menanti, tagihan bagaikan tsunami,
Dompet menangis, saldo lenyap, aduh, gimana nih nanti?
Tapi hati tetap senang, “Tenang aja, bulan depan ada promo lagi!”
Begitulah kisah belanja online, senang-senang, tapi dompet menjerit sepi.



Makna Puisi:

Puisi ini mengangkat fenomena kebiasaan belanja online yang semakin marak dengan hadirnya promo dan diskon yang menggoda. Ada nuansa humor yang menggambarkan bagaimana seseorang dengan mudah terpengaruh untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, hanya karena promo yang tampak menarik. Puisi ini menyindir kebiasaan impulsif dalam belanja online yang sering berujung pada penyesalan ketika melihat tagihan di akhir bulan, meski tetap ada rasa puas dari pengalaman berbelanja.

Puisi: Internet Jaman Purba

Internet Jaman Purba

Dulu ARPANET pertama berdiri,
Kabel tebal berseliweran di sana sini,
Empat komputer, wah udah mewah!
Pesan terkirim? Tunggu sampai berkeringat basah.

Para insinyur sibuk, muka serius
Ketikan pesan “LO”, layar agak misterius
Rencana tulis “LOGIN” dengan penuh harapan
Eh, baru “LO” udah mati sambungan!

Percobaan demi percobaan dilanjutkan
Senyum mereka, kalau berhasil terkoneksi sekali-kali
Sinyal putus-putus, kadang bikin frustrasi
Tapi hei, ini cikal bakal internet nanti!

Kini lihatlah dunia di era modern
Semua pakai internet, tak ada yang keheran
Dulu susah kirim satu kata saja
Sekarang streaming video? Biasa saja!


 


Makna Puisi
Puisi ini menceritakan dengan nada humoris awal mula internet yang berawal dari ARPANET. Digambarkan betapa sulit dan rumitnya usaha para ilmuwan dan insinyur di masa itu, dengan teknologi yang jauh lebih sederhana dan terbatas. Namun, meskipun penuh tantangan, ARPANET menjadi fondasi penting bagi perkembangan internet yang kita nikmati sekarang. Kontras antara kesulitan masa lalu dengan kemudahan akses internet di zaman modern menambah kelucuan, sekaligus menunjukkan betapa pesatnya kemajuan teknologi sejak itu.

Search This Blog

Powered by Blogger.

About Me

My photo
Dr. Feri Sulianta, S.T., M.T., MOS, MTA, CPC, CNNLP, CHA mengawali karir sebagai Chief Information Officer, saat ini ia mengajar di beberapa perguruan tinggi dan menggeluti peran sebagai life coach. Kegemarannya menulis membuatnya didapuk MURI(2016) sebagai penulis buku Teknologi Informasi terbanyak. LEPRID (2018) memberikan apresiasi sebagai Penulis dengan Kategori Buku Terbanyak, 19 kategori untuk 88 buku. Hingga kini Feri Sulianta sudah memublikasikan lebih dari 100 judul buku.