Friday, October 11, 2024

Puisi: OTP-nya?

OTP-nya?

Teringat saat login ke akun,
Pikirku, “Ah, biasa, tak perlu bingung,”
Tapi di layar tiba-tiba tertera,
“Masukkan OTP, segera di sana.”

“OTP? Apa itu?” tanyaku pelan,
Lalu SMS datang bertubi-tubi, kawan.
Kode angka, enam digit tertulis manis,
“Cepat! Masukkan, sebelum habis.”

Kuambil ponsel, kode siap di tangan,
Namun tak lama, hilang dalam kenangan.
Tiba-tiba aku lupa, mau masukkan apa,
Kode terbang, terhapus tanpa sengaja.

Keringat dingin, kucek lagi,
"Kirimi ulang," jari pun menari.
OTP baru, tapi waktunya sempit,
Sebelum selesai, kode sudah habis.

Tak habis akal, kuulangi lagi,
Namun si OTP terus saja pergi.
"Sudahlah," kata hati dengan lirih,
"Ini hanya ujian, jangan terlalu sedih."

Akhirnya sukses, kode diterima,
Masuklah aku dengan bahagia.
Namun di hati ada satu tanya,
"Kenapa OTP selalu membuat drama?"


 


Makna Puisi:

Puisi ini menggambarkan pengalaman frustasi namun lucu yang sering dialami banyak orang saat harus berurusan dengan OTP (One-Time Password). Dalam konteks keamanan, OTP sangat penting, namun prosesnya sering kali membuat kita tergesa-gesa atau panik, terutama saat waktunya hampir habis dan kita harus meminta kode baru. Puisi ini menyoroti sisi humor dari situasi tersebut, ketika teknologi yang dirancang untuk memudahkan kadang malah menjadi sumber stres kecil.

Catatan: 

OTP (One-Time Password) adalah kata sandi atau kode keamanan yang hanya berlaku untuk satu sesi atau transaksi tertentu. Setelah digunakan, kode tersebut tidak lagi dapat digunakan kembali. OTP sering digunakan dalam sistem otentikasi dua faktor (2FA) untuk meningkatkan keamanan. Berikut beberapa ciri OTP:

  1. Satu kali pakai: OTP hanya bisa digunakan satu kali, sehingga mengurangi risiko pencurian kata sandi.
  2. Waktu terbatas: Biasanya, OTP hanya berlaku untuk jangka waktu tertentu, seperti beberapa menit.
  3. Dikirimkan secara aman: OTP biasanya dikirimkan melalui SMS, email, atau aplikasi autentikasi seperti Google Authenticator.

OTP berguna untuk menghindari serangan brute force dan phishing, karena meskipun ada orang yang mencuri OTP, mereka tidak bisa menggunakannya di masa depan setelah OTP kadaluarsa.

 

Puisi: Camel Case atau Gaya Sendiri?

Camel Case atau Gaya Sendiri?

Di dunia kode yang penuh misteri,
Camel case datang, coba hampiri,
Huruf kecil, huruf besar berganti,
Katanya, ini standar yang pasti.

"myVariable" katanya tepat,
Tapi si Budi malah berbuat.
"myvariable" tertulis rata,
Dengan huruf kecil semuanya.

Si Andi lebih kreatif lagi,
Huruf kapital di sana-sini,
"MYVariable" katanya keren,
Tapi kok jadi susah di-kenang?

Lalu Susi, oh si pintar Susi,
Pakai underscore tak tanggung-tanggung,
"my_variable_name" jadi panjang,
Seolah puisi, tapi malah membingungkan.

Di kantor pun jadi perdebatan,
Gaya siapa yang paling paten?
Camel case, Pascal, atau yang lain,
Semua merasa gaya paling keren.

Tapi yang lucu dari kisah ini,
Standar dibuat untuk harmoni,
Namun setiap coder, dengan hati,
Lebih suka gaya sendiri.

Kata si bos, "Sudahlah, kawan,
Yang penting kodenya jalan!"

 


Makna Puisi:

Puisi ini menggambarkan kebingungan yang dialami oleh para programmer dalam menentukan gaya penulisan kode yang tepat, khususnya dalam hal camel case. Meskipun ada standar penulisan yang dianjurkan, seperti camel case dan Pascal case, banyak programmer lebih memilih gaya mereka sendiri, yang sering kali memicu kebingungan dan perdebatan di antara rekan kerja. Pada akhirnya, humor dari situasi ini muncul ketika disadari bahwa yang paling penting adalah fungsionalitas program, bukan gaya penulisan yang digunakan.

Thursday, October 10, 2024

Puisi: "Menambang Kata di Laut Data"

"Menambang Kata di Laut Data"

Di lautan data, ku tenggelam termenung,
Cari makna dari teks yang panjang dan beruntun.
Pakai algoritma, sungguh aku kagum,
Tapi kenapa hasilnya masih berantakan, maklum.

Pilih kata kunci, ada yang berlari,
Kadang keluar, kadang sembunyi lagi.
Bagai detektif, aku telusuri jejak,
Tapi data terus bercanda, bikin otak capek sejenak.

N-gram dan token, kau jadi kawan,
Tapi kenapa selalu bikin aku pusing bukan kepalang?
Stopword yang banyak, ku singkirkan dengan marah,
Tapi entah kenapa, hasil akhir malah serasa parah.

Di balik layar komputer, ku tetap mencoba,
Meski kata-kata beterbangan, menggila.
Text mining ini bagai tambang harta,
Namun yang kutemukan? Hanya meme lucu dan tawa semata!


 

Puisi: Si Jari Belanja, Dompet Terancam

Si Jari Belanja, Dompet Terancam

Mulai pagi buka mata, sambil ngulet malas-malasan,
Lihat handphone tergeletak, ada notifikasi menggoda,
"Flash sale segera dimulai, diskon besar tak terduga!"
Akhirnya klik tanpa sadar, walau dompet mulai gundah.

Sepatu, baju, alat dapur, semua klik dalam sekejap,
Tiap malam kiriman datang, rumah pun mulai sesak,
Kotak kardus berjejer rapi, seperti menara tertinggi,
Padahal yang beli cuma sandal, eh yang datang kulkas mini!

"Free ongkir? Wah, rugi kalau dilewatkan!"
Tak terasa tambah lagi, barang-barang tak karuan,
Tetangga tanya heran, "Buka toko atau pindahan?"
Tersenyum malu, jawab pelan, "Ah, cuma promoan."

Akhir bulan datang menanti, tagihan bagaikan tsunami,
Dompet menangis, saldo lenyap, aduh, gimana nih nanti?
Tapi hati tetap senang, “Tenang aja, bulan depan ada promo lagi!”
Begitulah kisah belanja online, senang-senang, tapi dompet menjerit sepi.



Makna Puisi:

Puisi ini mengangkat fenomena kebiasaan belanja online yang semakin marak dengan hadirnya promo dan diskon yang menggoda. Ada nuansa humor yang menggambarkan bagaimana seseorang dengan mudah terpengaruh untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, hanya karena promo yang tampak menarik. Puisi ini menyindir kebiasaan impulsif dalam belanja online yang sering berujung pada penyesalan ketika melihat tagihan di akhir bulan, meski tetap ada rasa puas dari pengalaman berbelanja.

Puisi: Internet Jaman Purba

Internet Jaman Purba

Dulu ARPANET pertama berdiri,
Kabel tebal berseliweran di sana sini,
Empat komputer, wah udah mewah!
Pesan terkirim? Tunggu sampai berkeringat basah.

Para insinyur sibuk, muka serius
Ketikan pesan “LO”, layar agak misterius
Rencana tulis “LOGIN” dengan penuh harapan
Eh, baru “LO” udah mati sambungan!

Percobaan demi percobaan dilanjutkan
Senyum mereka, kalau berhasil terkoneksi sekali-kali
Sinyal putus-putus, kadang bikin frustrasi
Tapi hei, ini cikal bakal internet nanti!

Kini lihatlah dunia di era modern
Semua pakai internet, tak ada yang keheran
Dulu susah kirim satu kata saja
Sekarang streaming video? Biasa saja!


 


Makna Puisi
Puisi ini menceritakan dengan nada humoris awal mula internet yang berawal dari ARPANET. Digambarkan betapa sulit dan rumitnya usaha para ilmuwan dan insinyur di masa itu, dengan teknologi yang jauh lebih sederhana dan terbatas. Namun, meskipun penuh tantangan, ARPANET menjadi fondasi penting bagi perkembangan internet yang kita nikmati sekarang. Kontras antara kesulitan masa lalu dengan kemudahan akses internet di zaman modern menambah kelucuan, sekaligus menunjukkan betapa pesatnya kemajuan teknologi sejak itu.

Puisi: Hotspot Petak Umpet

Hotspot Petak Umpet

Aku duduk manis di pinggir taman,
Coba konek hotspot, tapi nihil harapan.
Angkat ponsel tinggi-tinggi ke udara,
Sinyal Wi-Fi sepertinya sedang liburan ke negara tetangga.

Di sebelah ada mas-mas ngopi,
Nangis di laptopnya, mungkin habis kuota lagi.
Katanya, "Hotspot di sini suka PHP,
Sinyal datang sebentar, habis itu ngilang secepat asap kopi."

Anak kecil main bola, enteng saja,
Sedang kita para dewasa sibuk mencari cahaya,
Bukan cahaya ilahi yang jadi tujuan,
Tapi bar Wi-Fi yang hilang tak berperan.

"Yah, loading lagi, muter terus kayak roda,"
Teriak ibu-ibu sambil buka YouTube Goyang Tiktok samba.
Di pojok taman, kakek tua tertawa lepas,
"Hotspot zaman sekarang, sinyalnya lebih licin dari ikan lepas!"

Akhirnya kuputuskan, cukup sudah ini drama,
Kupencet tombol matikan data dengan lega.
Karena mencari sinyal ini tak ubahnya,
Seperti main tebak-tebakan dengan nasib yang bercanda.


 


Makna Puisi:
Puisi ini menyoroti betapa lucunya perjuangan sehari-hari saat mencari sinyal Wi-Fi gratis di tempat umum. Penggambaran orang-orang yang kebingungan, frustrasi, dan berusaha keras mendapat sinyal menciptakan momen komikal. Dengan bahasa ringan dan hiperbola situasi, puisi ini mengajak kita tertawa bersama dalam menghadapi hal-hal sepele yang kadang terasa besar. Akhirnya, kita diingatkan bahwa ada kalanya lebih baik melepaskan dan menikmati hari daripada terjebak dalam kesibukan kecil yang mengesalkan.

Puisi: Tiga Serangkai

Tiga Serangkai

Di dunia teknologi yang serba cepat,
Ada tiga kawan, beraksi tiada henti.
Si Hardware gagah, ototnya berkilat,
Mengangkat beban, tiada yang terlewati.

Lalu Software datang, lincah penuh gaya,
Menghitung, memproses, tak ada yang sia-sia.
“Hayo cepat,” katanya, “tak usah ragu,
Aku yang atur semua, agar lancar jalanku.”

Namun, Brainware si otak, paling santai,
Dengan kopi di tangan, berpikir sambil duduk.
“Tenang, teman-teman, biar aku yang pakai,”
Ide-ide berhamburan, dia tak pernah jenuh.

Hardware bertanya, “Mengapa kau tak berkeringat?”
Brainware tersenyum, “Aku berpikir sangat cepat.”
Software menimpali, “Data kau kelola, tapi tak kasat,
Tanpaku, semua ini terbengkalai.”

Tapi ketika mereka bertiga bersama,
Semuanya lancar, tiada masalah.
Hardware kuat, Software pintar, Brainware bijaksana,
Mereka selesaikan tugas dengan sempurna.

Moralnya jelas, di dunia digital canggih,
Kerjasama yang kompak, itulah yang cantik.
Hardware, Software, dan Brainware bersatu,
Di tangan manusia, teknologi kan maju.


 


Makna Puisi:
Puisi ini menggambarkan dengan humor kolaborasi antara hardware, software, dan brainware, tiga komponen penting dalam dunia teknologi. Hardware adalah bagian fisik yang kuat dan tangguh, software adalah sistem yang cerdas dan fleksibel, sedangkan brainware, yaitu manusia atau pengguna, memberikan ide dan mengarahkan keduanya untuk bekerja sama. Melalui sinergi ini, teknologi dapat berkembang dan berfungsi dengan baik. Puisi ini menekankan pentingnya keseimbangan dan kerjasama antara teknologi dan manusia dalam menyelesaikan berbagai tugas.

Search This Blog

Powered by Blogger.

About Me

My photo
Dr. Feri Sulianta, S.T., M.T., MOS, MTA, CPC, CNNLP, CHA mengawali karir sebagai Chief Information Officer, saat ini ia mengajar di beberapa perguruan tinggi dan menggeluti peran sebagai life coach. Kegemarannya menulis membuatnya didapuk MURI(2016) sebagai penulis buku Teknologi Informasi terbanyak. LEPRID (2018) memberikan apresiasi sebagai Penulis dengan Kategori Buku Terbanyak, 19 kategori untuk 88 buku. Hingga kini Feri Sulianta sudah memublikasikan lebih dari 100 judul buku.

Puisi: OTP-nya?

OTP-nya? Teringat saat login ke akun, Pikirku, “Ah, biasa, tak perlu bingung,” Tapi di layar tiba-tiba tertera, “Masukkan OTP, segera di san...