Aku dan Gelas Kopi yang Tidak Nyata
Di balik kacamata ajaibku,
Kota jadi arena penuh keliru,
Jalan raya lengang, eh, tapi tunggu,
Ada ubur-ubur melayang, kok aku bingung?
Gelas kopi di udara, menggoda diriku,
Tanganku terulur, tapi hampa yang kutuju,
Ternyata dunia maya, bukan nyata, aduhai,
Tertipu lagi, padahal tadi hampir kuyakini.
Lampu lalu lintas? Salah warna,
Biru kuning jingga, semua gembira,
Ku tersenyum sendiri, tak bisa mengelak,
Kacamata ini, sungguh bikin hidup terbalik.
Semua tampak nyata, tapi tak bisa ku sentuh,
Realita yang kabur, bagai angin di ufuk jauh,
Hidupku berubah jadi panggung komedi,
Saat dunia maya menari di depan mata ini.
Makna Puisi:
Puisi ini mengisahkan seseorang yang mengenakan kacamata augmented reality (AR) dan terjebak dalam kebingungan antara dunia nyata dan dunia maya. Secara implisit, puisi ini menyindir bagaimana teknologi canggih seperti AR dapat membuat kita tertipu oleh ilusi digital yang tampak begitu nyata, hingga akhirnya memunculkan pengalaman lucu dan absurd. Realitas yang dihadirkan oleh AR tampak menyenangkan dan membingungkan sekaligus, menciptakan kontradiksi yang menggelitik.
0 comments:
Post a Comment