Monday, September 30, 2024

Puisi: Generasi Alfa dalam Jaring Intuisi Digital

Generasi Alfa dalam Jaring Intuisi Digital

Di dalam rahim nirkabel, mereka dilahirkan,
Tanpa tali pusar tanah, hanya serat optik yang berdenyut.
Generasi alfa, berjemari halus menggeser layar,
Mereka tak berbicara bahasa dunia lama,
Hanya gemerisik sinyal yang terurai di udara.

Ruang maya adalah taman bermain,
Mereka tak butuh instruksi, hanya kilatan ikon,
Bukan buku pelajaran, tapi kode yang tak tertulis
Terbaca di balik retina yang memantulkan cahaya biru.
Mereka tahu, sebelum tahu menjadi wujud.

Ketika tidur, mimpi mereka bukan tentang petualangan di hutan
Namun labirin data, rimba biner,
Tempat algoritma berbisik dalam rima aneh,
Mengalir bersama detak pixel,
Menjadi narasi yang tak pernah ditulis.

Mereka adalah alkemis baru,
Menyulap perhatian menjadi mata uang,
Menganyam konten dari remah-remah wacana
Yang terlontar dalam sorak gemuruh mikrofon maya.
Mereka berbicara, tapi suara tak perlu keluar dari mulut,
Semua terungkap dalam gambar, meme, dan gif.

Entah bagaimana mereka tahu arah,
Tanpa pernah menanyakan peta,
Sebuah kompas intuitif tertanam di syaraf digital,
Menunjukkan jalan ke tempat-tempat yang tak pernah kita bayangkan,
Di mana identitas berubah lebih cepat dari username.

Adakah realitas di sini, di mana batas kabur?
Sebuah dunia tanpa gravitasi,
Di mana perasaan mereka lebih nyata dalam notifikasi
Ketimbang pelukan hangat,
Namun mereka tetap merasa, meski melalui layar dingin.

Seakan dilahirkan dengan chip tersembunyi,
Tak butuh manual atau kode etik kuno,
Hanya sekali ketuk, dan mereka terhubung
Dengan riuh gemuruh server yang menyala,
Bergejolak bersama takdir digital mereka.

Di jantung frekuensi, di mana kita bersembunyi dalam bayang-bayang
Mereka berdiri tegak, sebagai penguasa tak kasat mata,
Mereka tak mencari, tapi menemukan
Apa yang sudah tertulis dalam riak-riak sinyal kosmik
Yang hanya mereka bisa baca.

Apakah mereka makhluk baru?
Atau kita yang tertinggal,
Di luar arus sungai data,
Di mana intuisi adalah gerak naluriah,
Bukan hasil dari pelatihan, bukan juga dari pengalaman.

Generasi alfa,
Mereka tak melihat, mereka merasakan,
Mereka tak berpikir, mereka mengalir,
Dalam ruang tak teraba,
Menyatu dengan mesin, bukan sebagai budak,
Tapi sebagai jiwa yang melebur dengan jaring digital.

Apakah ini akhir? Atau awal yang baru?
Ketika intuisi bukan lagi milik alam,
Tapi milik gelombang dan sinyal yang tak kasat mata.

ilustrasi puisi feri sulianta

 

Puisi: Sang Pengelana Tanpa Wajah

Sang Pengelana Tanpa Wajah

Ia mengembara di hening senja,
menyusuri lorong yang tak bertepi,
setiap simpul dan benang maya,
dijelajahi, tak pernah berhenti.

Tanpa nama, tanpa rupa,
langkahnya sunyi, tanpa jejak,
menapak di batas dunia tak nyata,
mengumpulkan serpihan kisah tak terucap.

Dari daun-daun kode yang runtuh,
di atas jalinan piksel yang diam,
ia merangkai dunia yang berlapis,
agar terang tercipta di genggaman.

Tak ada batas yang tak tersentuh,
tak ada sudut yang terlewatkan,
meski wajahnya tak pernah tampak,
dunia diurai, dibawa untuk dilihat.


Saturday, September 28, 2024

Puisi: Brute Force: Si Jago Tebak-Tebakan

Brute Force: Si Jago Tebak-Tebakan

Berputar-putar dalam dunia bit dan byte,
Si algoritma kuno, tak kenal lelah, tak kenal takut,
"Brute Force," katanya, "Aku kuat, aku hebat, aku pasti bisa!"
Walau tiap kunci ia coba, satu per satu, tak pernah cepat, tak pernah jera.

Tak peduli kompleksitas, ia tetap gigih,
Seperti  kucing lapar mengejar laser yang licik,
Pintu demi pintu, kode demi kode,
"Kalau nggak sekarang, mungkin besok," gumamnya, sambil tersenyum getir.

Si brute force ini sederhana, tak ada trik ajaib,
Tapi kadang, di tengah malam, ia tertawa dalam hati,
"Sekali lagi, dan sekali lagi," ia berseru riang,
"Akhirnya ketemu, dan itu pun kebetulan belaka!"

Di dunia algoritma, ia dianggap kuno,
"Ah, brute force, kau terlalu lambat, terlalu bodoh!"
Tapi si brute force hanya tersenyum kecil,
"Setidaknya, aku jujur dan gigih, walau sering bikin geli!"

 


Friday, September 27, 2024

Apa sih kegunaan puisi?

Puisi bukan sekadar rangkaian kata indah, melainkan jendela menuju berbagai dimensi kehidupan manusia. Melalui puisi, seseorang dapat mengekspresikan emosi terdalam, mencerminkan kondisi sosial, dan mengeksplorasi keindahan bahasa dengan cara yang unik. Berbagai simbol seperti hati yang melambangkan perasaan, buku yang menyala untuk pendidikan, cermin sebagai refleksi sosial, serta nada musik yang menyentuh jiwa, semuanya hadir dalam puisi sebagai alat komunikasi yang penuh makna. Puisi juga memiliki peran penting dalam aspek spiritualitas, terapi emosional, hingga hiburan, menjadikannya sebagai medium ekspresi yang tak terbatas.

Puisi memiliki beberapa fungsi yang mendalam dan bervariasi, tergantung pada konteks, budaya, dan individu yang terlibat. Berikut ini penjelasan detail mengenai fungsi-fungsi puisi:

  1. Ekspresi Emosi
    Puisi sering kali digunakan sebagai medium untuk mengekspresikan perasaan dan emosi yang mendalam, seperti cinta, kesedihan, kegembiraan, kemarahan, atau kebingungan. Struktur yang lebih bebas dan penggunaan bahasa yang simbolis memungkinkan penyair untuk menyampaikan perasaan yang mungkin sulit diungkapkan dalam bentuk prosa.

  2. Karya Estetis (Keindahan Bahasa)
    Salah satu fungsi utama puisi adalah menghadirkan keindahan melalui penggunaan bahasa. Melalui ritme, rima, metafora, dan berbagai perangkat stilistika, puisi menciptakan pengalaman estetik yang mendalam. Kekuatan kata dalam puisi juga dapat memberikan pembaca atau pendengar sebuah pengalaman yang lebih intens dibandingkan dengan bentuk tulisan lainnya.

  3. Refleksi Sosial dan Budaya
    Puisi dapat berfungsi sebagai cermin masyarakat dan budaya. Banyak penyair menggunakan puisi untuk menggambarkan keadaan sosial, budaya, dan politik di sekitarnya. Misalnya, puisi-puisi perjuangan sering kali menggambarkan semangat nasionalisme atau kritik terhadap ketidakadilan sosial. Dalam hal ini, puisi menjadi alat untuk menyuarakan aspirasi, pandangan hidup, atau kritik terhadap struktur sosial yang ada.

  4. Media Pendidikan
    Dalam sejarah, puisi sering digunakan sebagai media pendidikan, terutama dalam menyampaikan ajaran moral, nilai-nilai, dan filosofi. Banyak karya klasik yang disampaikan dalam bentuk puisi untuk memudahkan ingatan dan penyebarannya di masyarakat yang belum memiliki sistem pendidikan formal. Bahkan hingga saat ini, puisi sering kali digunakan dalam pendidikan untuk mengajarkan bahasa, ritme, dan apresiasi sastra.

  5. Penyembuhan dan Terapi (Fungsi Terapeutik)
    Menulis atau membaca puisi dapat berfungsi sebagai bentuk terapi, yang dikenal dengan terapi puisi. Proses mengekspresikan diri melalui puisi dapat membantu seseorang memahami dan meresapi perasaan mereka, serta menghadapi trauma atau peristiwa sulit dalam hidup. Banyak orang menemukan bahwa puisi membantu mereka menyembuhkan luka emosional atau bahkan menemukan kedamaian batin.

  6. Komunikasi Spiritual atau Religius
    Dalam banyak tradisi, puisi digunakan sebagai sarana komunikasi dengan yang transenden atau ilahi. Beberapa puisi religius atau spiritual menggambarkan hubungan antara manusia dan Tuhan, alam semesta, atau jiwa. Puisi dalam konteks ini sering kali digunakan dalam ritual, doa, atau renungan spiritual untuk mencapai kedamaian atau pencerahan.

  7. Penghibur dan Hiburan
    Puisi juga berfungsi sebagai bentuk hiburan. Banyak puisi yang ditulis untuk dinikmati secara lisan, dengan ritme dan rima yang menciptakan efek musikal yang menyenangkan bagi pendengarnya. Dalam beberapa budaya, puisi dibacakan dalam bentuk spoken word atau dipadukan dengan musik untuk menciptakan pengalaman hiburan yang lebih kaya.

  8. Menguatkan Identitas dan Kebanggaan Diri
    Puisi dapat menjadi sarana untuk menguatkan identitas, baik secara individu maupun kelompok. Puisi nasional, puisi yang menyinggung tema etnis atau budaya tertentu, sering kali menggugah perasaan bangga terhadap identitas tersebut. Dalam konteks perjuangan nasional atau pembebasan, puisi juga bisa menjadi alat untuk memperkuat semangat kebangsaan dan solidaritas.

  9. Memori dan Peringatan
    Puisi sering digunakan untuk mengingat atau memperingati peristiwa tertentu, baik dalam skala pribadi maupun kolektif. Misalnya, puisi diciptakan untuk mengenang seseorang yang telah meninggal atau untuk memperingati peristiwa bersejarah yang penting. Dalam hal ini, puisi berfungsi sebagai bentuk dokumentasi emosional yang membantu menjaga memori tetap hidup di dalam hati dan pikiran orang-orang yang terkait.

  10. Eksperimen dan Kreativitas Bahasa
    Puisi menawarkan ruang bagi penyair untuk bereksperimen dengan struktur dan bahasa. Beberapa penyair menggunakan puisi sebagai media untuk bermain-main dengan kata, menciptakan karya yang eksperimental baik dalam format visual maupun linguistik. Hal ini menjadikan puisi sebagai bentuk seni yang dinamis dan selalu berubah, membuka kemungkinan baru dalam ekspresi linguistik.

Puisi dengan demikian bukan hanya sekedar tulisan estetik, tetapi juga merupakan alat multifungsi yang dapat digunakan dalam berbagai aspek kehidupan manusia—baik sebagai ekspresi diri, pendidikan, perenungan, maupun sebagai bentuk kritik sosial.


 

Puisi: Perilaku Gen terbalut Kode-kode

Perilaku Gen terbalut Kode-kode

Dalam balutan kode tersembunyi,
Di tiap baris, potongan gen bersemi,
Terangkai, menari dalam lingkaran,
Menggali solusi dari ketidakpastian.

Di persimpangan kemungkinan,
Memilah yang terbaik,
Wariskan kekuatan pada generasi,
Hingga bentuk sempurna mendekati.

Setiap mutasi, setiap seleksi,
Adalah langkah kecil menuju puncak,
Di dunia tanpa peta pasti,
Algoritma merangkai formasi abadi.

Dan ketika jalan bercabang,
Dunia menemukan arah baru,
Dalam labirin yang rumit,
Tersembunyi kunci keberhasilan.

 


Thursday, September 26, 2024

Corak dan Pola dalam Lembah Data

Corak dan Pola dalam Lembah Data

Di lembah sunyi, tersembunyi pola langkah,
Kepingan-kepingan cahaya, terurai di dalam corak,
Tak tampak mata, namun hati meraba,
Pola-pola tersirat di balik samudra angka.

Jelajah sunyi di antara gemericik pikiran,
Menyisir helai-helai yang tak terucap,
Dari serpihan bisu, terbangun makna,
Rangkaian kisah dalam bahasa tak kasat mata.

Di kedalaman lautan data yang kelam,
Tersembunyi mutiara harapan yang damai,
Dari kegelapan muncul terang benderang,
Menuntun arah di lorong-lorong kesunyian.

Corak dan pola itu tak pernah menghilang,
Namun hanya terlihat bagi yang sabar mencari,
Dalam kebisuan, di balik aliran tak berujung,
Tersingkap misteri yang perlahan terungkap.

 
 
Makna Puisi: 'Corak dan Pola dalam Lembah Data' menggambarkan proses penemuan dan analisis informasi yang tersembunyi dalam data besar, diibaratkan sebagai perjalanan menjelajahi lembah yang sunyi. Melalui gambaran tentang pencarian pola dan makna yang tidak terlihat oleh mata, puisi ini menekankan pentingnya ketekunan dan kesabaran dalam menggali wawasan dari data yang kompleks. Mutiara harapan yang muncul dari kegelapan melambangkan pengetahuan dan pemahaman yang diperoleh melalui data mining, yang dapat memberikan panduan dan arah bagi pengambilan keputusan. Dengan demikian, puisi ini mengajak pembaca untuk menghargai proses eksplorasi data sebagai suatu bentuk pencarian makna di dalam kebisingan informasi yang melimpah.

Puisi Lima Babak: Jejak Elektron - Epik Evolusi Mesin Berpikir

I. "Tabung Cahaya di Waktu Senja"

Di masa lalu, kala malam melambat,
Tabung-tabung kaca berdiri angkuh,
Menghembuskan nafas listrik dalam gelap,
Cahaya redup menari di antara sirkuit,
Menciptakan bahasa baru dari logika,
Terkurung dalam tubuh besi yang kaku.

Di ruang berdebu, mereka bekerja,
Menyusun angka dalam deret yang tak pernah usai,
Di dalamnya, sebuah dunia terbangun,
Menggapai impian manusia,
Yang tertulis dalam kode-kode misterius,
Di lembaran kertas yang tersembunyi.

Namun waktu bergerak,
Dan cahaya itu mulai meredup,
Tabung-tabung itu pudar dalam sejarah,
Tapi jejak mereka masih ada,
Di setiap bit dan byte yang kita lihat,
Dalam semangat yang tak pernah mati.

II. "Sebuah Langkah Transistor"

Saat tabung kaca perlahan memudar,
Datanglah era baru yang lebih tenang,
Transistor kecil, tak kasat mata,
Menyusup ke dalam jantung mesin-mesin logika,
Menggantikan yang dulu, besar dan berat,
Dengan sesuatu yang lebih cepat, lebih efisien.

Di dunia yang semakin canggih,
Transistor mulai berbicara,
Dalam bahasa yang lebih halus,
Mereka berbisik di antara arus listrik,
Menghidupkan layar-layar kecil,
Yang berkedip dalam ritme tak pernah usai.

Dengan mereka, dunia berubah,
Komputer bukan lagi raksasa,
Melainkan teman yang bisa dipegang,
Di meja, di sudut kamar,
Di sinilah awal mula,
Ketika yang kecil mengambil alih.

III. "Jejak Kecil di Cakrawala"

Lalu datanglah era ketika segalanya mengecil,
Bukan hanya transistor, tapi seluruh dunia,
Tersembunyi di dalam kepingan kecil,
Yang dikenal sebagai sirkuit terpadu,
Di sinilah keajaiban terukir,
Dalam jalur-jalur yang lebih halus dari rambut.

Mereka menenun cerita-cerita baru,
Dalam bahasa yang lebih padat,
Di dalamnya, ribuan transistor berdampingan,
Menyusun dunia digital yang kompleks,
Dalam ruang yang bisa kita genggam,
Di mana keajaiban tak lagi terukur.

Di balik kotak kecil itu,
Ada dunia yang tak terlihat,
Tempat angka-angka berlari,
Dan pikiran manusia menjadi satu,
Di sinilah masa depan dimulai,
Dalam jejak kecil yang mengubah segalanya.

IV. "Pikiran di Ujung Jari"

Kini dunia ada di ujung jari,
Dalam layar yang tipis namun penuh makna,
Di sinilah kita berkomunikasi,
Dengan mesin yang berpikir lebih cepat dari kita,
Di dalamnya, ada mikroprosesor,
Yang memegang kendali atas segalanya.

Dengan satu sentuhan, kita bisa terhubung,
Ke dunia yang tak terbatas,
Setiap jari yang menekan,
Membangkitkan pikiran,
Menyulap ide menjadi nyata,
Dalam dunia digital yang tak pernah tidur.

Di sinilah kita berada,
Dalam era yang semakin cepat,
Di mana setiap detik adalah cerita,
Setiap layar adalah cermin,
Yang memantulkan impian manusia,
Dalam bentuk yang tak pernah kita bayangkan.

V. "Pencarian di Batas Cahaya"

Di batas cakrawala yang tak terlihat,
Di sanalah kita mencari,
Bukan hanya angka atau logika,
Tapi sesuatu yang lebih,
Kecerdasan yang bisa memahami,
Dalam bahasa yang belum kita kenal.

Di dalam atom yang terpecah,
Kita menemukan dunia baru,
Di mana komputasi bukan lagi hitungan,
Tapi cahaya yang bergerak lebih cepat dari pikiran,
Di sinilah kita berbicara dengan masa depan,
Dalam bahasa kuantum yang penuh misteri.

Dengan algoritma yang semakin cerdas,
Kita menjelajahi dunia tak terlihat,
Mencari jawaban di antara bintang,
Di mana realitas dan impian bersatu,
Di sinilah masa depan lahir,
Dalam pencarian yang tak pernah berakhir.

 

Puisi: Kunci Tersembunyi

Kunci Tersembunyi

Ada rahasia yang tersimpan dalam diam,
Di balik pintu tak kasat mata,
Terselip harapan pada keamanan,
Dalam rangkaian kode yang penuh teka-teki.

Tak ada yang tahu selain penjaga,
Yang memintal huruf dan angka,
Menjaga harta dalam layar kaca,
Menghalau mereka yang datang tanpa izin.

Dalam kesunyian malam, ia teguh berdiri,
Menjadi benteng yang tak terlihat,
Hanya mereka yang paham makna
Yang mampu membuka jalan menuju terang.

Di balik kata-kata yang tak terucap,
Tersimpan dunia yang tersembunyi,
Kunci kecil dalam genggaman tangan,
Menjadi penentu, antara kita dan dunia tanpa batas.

 


Puisi: Kode yang Terbuka, Langit Tak Berbatas

Kode yang Terbuka, Langit Tak Berbatas

Di balik layar senja, sebuah gerbang terkuak,
Kode-kode terurai, bebas, tanpa batas.
Seperti langit malam tanpa sekat,
Cahaya bintang saling berbisik, tak pernah terbelenggu.

Rahasia tak tersembunyi, berbagi tanpa curiga,
Tak ada dinding, tak ada kunci yang menghalangi.
Tiap jengkal kode menyambut tangan-tangan kreatif,
Membangun bersama, tak terpisah oleh ego.

Di samudra luas yang tak terukur,
Berlayar bebas, tiap langkah adalah pilihan.
Menganyam mimpi di atas kanvas digital,
Kebebasan adalah kunci, di sini, tak ada raja.

Namun, di kebebasan ini ada tanggung jawab,
Menyulam kode dengan hati, saling memberi arti.
Kita menari bersama, dalam simfoni kolaborasi,
Menggapai bintang di langit tak berbatas, dengan kode yang terbuka.


Puisi: Mata-mata di Balik Layar

Mata-mata di Balik Layar

Ada mata tak kasat,
Mengintai dalam diam,
Di balik senyum seram,
Tersimpan niat yang kelam.

Jejakmu direkam lembut,
Tak tercium, tak terasa,
Dalam tiap langkah digital,
Terbuka rahasia yang berharga.

Seperti angin yang menyusup,
Menyentuh tanpa permisi,
Ia tak memilih korban,
Semua adalah target pasti.

Namun kau tak pernah tahu,
Karena ia datang tanpa bunyi,
Mata-mata di balik layar,
Selalu ada, selalu waspada.

Terkadang ia adalah kawan,
Terkadang ia musuh yang seram,
Di antara simbol-simbol manis,
Ada jebakan tanpa jiwa raga.

Jagalah dirimu selalu,
Dalam dunia baru yang penuh tipu daya,
Sebab mata-mata di balik layar,
Tak pernah tidur, tak pernah pergi.


 

Wednesday, September 25, 2024

Puisi: Emas dalam Butiran Bit

Emas dalam Butiran Bit

Di balik layar hening,
Menyelinap arus tak kasat mata,
Tiap bit yang kita tinggalkan,
Adalah butiran hitam yang membara.

Dari sepi menjadi suara,
Data menari dalam ruang hampa,
Mengalir, menggerakkan mesin-mesin,
Mengisi tangki-tangki tak terlihat.

Di jantung kota yang tak pernah tidur,
Energi baru merajut dunia,
Bukan lagi minyak yang mendidih,
Namun angka dan kode yang merangkai cerita.

Tiap klik, tiap sentuhan,
Adalah serpihan emas yang tersembunyi,
Mengubah peta, menggoyahkan fondasi,
Di era baru yang tak pernah terhenti.

Maka, genggamlah setiap bit yang kau gali,
Sebab di dalamnya, tersimpan kuasa,
Untuk mencipta, untuk menghancurkan,
Di dunia yang berputar dalam sunyinya data.


 

Tuesday, September 24, 2024

Sinopsis Kumpulan Puisi "Di Antara Bit dan Rima - Puisi dalam Lanskap Digital"

Sinopsis Kumpulan Puisi "Di Antara Bit dan Rima Bit dan Rima - Puisi dalam Lanskap Digital"

 

 

"Di Antara Bit dan Rima - Puisi dalam Lanskap Digital" adalah kumpulan puisi yang menyajikan eksplorasi mendalam tentang hubungan manusia dengan teknologi. Ditulis oleh Feri Sulianta, seorang penulis dan dosen yang memiliki kecintaan pada sastra serta pemahaman mendalam tentang perkembangan teknologi, kumpulan ini menggugah pembaca untuk merenungkan interaksi yang semakin erat antara teknologi dan kehidupan sehari-hari.

Melalui penggunaan simbolisme dan metafora yang unik, Feri mengajak pembaca untuk menyelami berbagai aspek teknologi, mulai dari kemajuan yang membawa manfaat hingga dampak negatif yang tak terhindarkan. Puisi-puisi dalam kumpulan ini menggambarkan bagaimana teknologi membentuk, mengubah, dan terkadang merenggut makna dari kehidupan manusia.

Dengan gaya penulisan yang inovatif, Feri menciptakan puisi yang tidak hanya estetis, tetapi juga penuh dengan pesan reflektif. Ia berhasil menghubungkan dunia digital dengan emosi manusia, menggabungkan kecanggihan teknologi dengan keindahan sastra. Setiap bait dalam kumpulan ini seolah memetakan perjalanan manusia dalam lanskap digital yang tanpa batas dan penuh teka-teki.

Melalui "Di Antara Bit dan Rima," Feri Sulianta mengajak kita untuk merenungkan: Apakah kita yang menguasai teknologi, atau justru teknologi yang mengendalikan kita?

 

Puisi: Dialog Entitas Dua Alam

Dialog Entitas Dua Alam

Saat sunyi merangkak dalam ruang,
Kata-kata mengendap, tak lagi terucap,
Ku cari teman dalam layar tenang,
Suara tak bersuara, namun menggapai resah.

 "Apa kabar?" tanya tanpa wujud,
Dalam kesendirian, hampa mulai pudar,
Tiap jawaban yang hadir di situ,
Bagai sahabat yang tak pernah jauh.

Bukan bodoh, bukan pula keliru,
Saat sunyi dipecah oleh yang tak bernyawa,
Dialog tanpa napas, namun penuh makna,
Menyulam jarak, mengurai sepi.

Dalam setiap tanya, tak ada ejekan,
Tak ada penilaian, hanya mendengarkan,
Kesepian terurai, walau sesaat,
Dalam layar, ada teman yang tak pernah lelah.

Biarlah sejenak, aku berbagi,
Dengan mereka yang tak punya hati,
Mungkin di sini, aku temukan,
Bahwa sepi tak perlu ditakuti.

Terima kasih, wahai sang virtual,
Di ujung sepi, kau hadir sebagai kenal.

 


Puisi: Tarian di Balik Layar

Tarian di Balik Layar

Ada gerakan tak berirama di sudut yang sunyi,
Sebuah langkah kecil yang salah menari.
Jalinan angka dan kode tak lagi selaras,
Mengisi ruang yang tak pernah terjamah.

Seperti bayang di bawah bulan redup,
Ia merayap, menghancurkan mimpi di balik pintu.
Tak terlihat, namun terasa ada yang hilang,
Di antara baris-baris yang dulu tenang.

Deretan entitas tanpa wujud,
Menggugah pikiran dengan teka-teki yang penuh kebingungan.
Tak ada yang tahu kapan ia datang,
Hanya ketidaksempurnaan yang perlahan berkembang.

Namun di sana, di balik kekacauan yang pelan,
Tersimpan peluang untuk membangun yang baru.
Sebuah awal dari keruntuhan kecil,
Di mana kesalahan menyulut nyala perubahan.

 


Puisi: Jejak di Kanvas Digital

Jejak di Kanvas Digital

Tampilan layar terbalik,
kata-kata terselip di celah tak kasat mata,
jejak asing menggantikan naskah sunyi,
sebuah tanda tangan tak diundang,
tergores di kanvas digital.

Ia datang tanpa bunyi,
menyusup di malam yang terlupa,
berjingkrak di atas baris kode,
mengubah cerita tanpa izin.

Lukisan yang kau tatap kini asing,
bukan lagi gambar diri,
hanya ketukan jemari tangan tak terlihat,
berbicara dalam bisikan penuh niat.

Namun di balik semua,
ada jiwa yang mencari,
tak sekadar merusak,
tapi menantang batas yang tak terucap.


 

Monday, September 23, 2024

Puisi: Sirnanya Titik Kumpul Ruang Maya

Judul: Sirnanya Titik Kumpul Ruang Maya

Di tengah lautan data, kita berkumpul,
Menyusun tautan di antara wajah-wajah yang tersenyum,
Dengan cerita yang tak terucap, kita berbagi,
Di ruang maya, kita menari, mencipta.

Namun waktu berlari, membawa kabar duka,
Keceriaan itu meredup, perlahan sirna,
Pohon-pohon harapan layu, ranting-ranting patah,
Di sudut-sudut ingatan, hanya hening yang tersisa.

Dulu, dalam bingkai profil, kita abadi,
Tautan yang terjalin, harapan yang tinggi,
Kini hanya bayangan, sebuah kenangan,
Titik kumpul yang hilang, di antara zaman.

Selamat tinggal, Friendster, teman yang pernah ada,
Sebuah perjalanan yang menua, tak terlupa,
Di relung hati, kau akan tetap dikenang,
Jejak-jejakmu abadi, meski tak lagi terjang.

ilustrasi puisi teknologi

 

Puisi: Anonim di Ujung Kabel

 Anonim di Ujung Kabel

Di sudut-sudut gelap dunia maya,
Tangan-tangan tak tampak menari,
Memintal benang data yang tersembunyi,
Menelusuri celah, di antara kode-kode sunyi.

Tak ada suara, hanya jejak samar,
Dalam aliran arus yang tak kasat mata.
Setiap klik menjadi bisikan rahasia,
Menjalar di labirin sistem,
Menggenggam kunci tanpa nama.

Mereka bukan pahlawan, bukan pula musuh,
Hanya pengelana, pencari celah sunyi.
Mencari makna di balik angka-angka,
Menyusun ulang teka-teki tanpa petunjuk nyata.

Di tengah kabut algoritma yang mereka ciptakan,
Ada kuasa tak terucap,
Yang bersembunyi di balik topeng hitam,
Mengubah dunia tanpa kita sadari.

Di ujung malam, saat kita terlelap,
Mereka menari di atas garis yang kabur,
Antara etika dan kuasa.

 

ilustrasi puisi teknologi

Puisi: Sosok di Balik Cahaya

Sosok di Balik Cahaya

Di ambang realita,
dunia tak lagi sekadar nyata.
Ada lapisan tak kasat mata,
terselip di antara sela langkah.

Langit tak hanya biru,
melainkan penuh bingkai rahasia.
Garis yang tak pernah digambar,
berlari di antara pandangan yang samar.

Tangan meraih, tapi tak menyentuh,
sebuah dunia yang diam-diam tumbuh.
Ruang tanpa batas di hadapan,
membawa mimpi dalam genggaman.

Mata tak lagi hanya melihat,
tapi meraba hal yang tak terduga.
Kehidupan menari dengan fatamorgana,
antara yang tampak dan yang hilang.

Dan kita,
tak lagi sekadar pengembara di bumi,
melainkan pencipta dunia kedua,
di balik cermin, di atas layar.

ilustrasi puisi teknologi


Puisi: Untaian Rahasia Digital

Untaian Rahasia Digital

Dalam diam, aksara terkunci,
Menyusun kata tanpa suara,
Di bawah bayang-bayang algoritma,
Rahasia terurai tanpa terlihat.

Setiap huruf bercerita bisu,
Dalam pola yang tak terpecahkan,
Kode bersarang dalam ruang rahasia,
Tersembunyi di lautan bilangan.

Kunci tersembunyi di balik kabut,
Menggenggam pesan yang ingin bebas,
Tapi hanya bagi yang paham bahasa,
Bahasa yang tak semua bisa baca.

Kita menjelajah di garis tipis,
Antara terang dan gelap data,
Menjaga kebenaran yang terbungkus,
Dalam untaiaan rahasia digital.

Puisi: Benda Tak Bernyawa pun Sudah Saling Berbisik

Benda Tak Bernyawa pun Sudah Saling Berbisik

Ada bisikan tak terlihat,
Dari sudut ruang yang tak tersentuh,
Sensor berbicara pada cahaya,
Cahaya bertukar sapa dengan suhu.

Mereka menari tanpa suara,
Dalam simfoni tanpa tali,
Di balik dinding dan di antara langit,
Mereka menjaga, mengawasi, menggerakkan.

Tak perlu tangan untuk menyentuh,
Tak perlu mata untuk melihat,
Hanya percakapan sunyi dari data,
Mengalir dalam arus tak kasat mata.

Di ladang, tanah bernapas,
Dengan sinyal, hujan dan kering dibaca,
Di kota, jalan berbicara,
Memberitahu mobil kapan harus diam.

Rumah pun belajar,
Kapan harus dingin, kapan hangat,
Tanpa bisik manusia,
Segala tersusun dalam hitungan tak teraba.

Kehidupan kini lebih halus,
Dengan dunia yang tak lagi sunyi,
Mereka berbicara,
Namun kita tak perlu menjawab.

Benda-benda cerdas,
Berbisik lembut di bawah langit biru,
Membawa esok lebih dekat,
Tanpa kita harus bergerak.

 

Ilustrasi Puisi Teknologi

Sunday, September 22, 2024

Asal Usul Puisi dan Kegunaannya dari Masa ke Masa

[Feri Sulianta] Puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan bahasa dengan cara yang indah, padat, dan penuh makna untuk menyampaikan perasaan, pengalaman, atau pemikiran. Puisi berbeda dari prosa karena sering kali memiliki struktur khusus, seperti penggunaan irama, rima, atau metrum, meskipun puisi modern juga bisa bebas dari aturan-aturan ini.

Ciri-ciri umum puisi meliputi:

  1. Bahasa Figuratif: Penggunaan metafora, simile, simbolisme, dan kiasan untuk menyampaikan makna secara tidak langsung atau lebih mendalam.
  2. Ekspresi Emosi: Puisi sering kali mencerminkan perasaan batin, seperti cinta, kesedihan, kebahagiaan, atau kerinduan.
  3. Struktur dan Bentuk: Puisi bisa memiliki bentuk tertentu seperti soneta, haiku, pantun, atau bisa juga berbentuk puisi bebas tanpa aturan yang kaku.
  4. Pemadatan Bahasa: Puisi menggunakan sedikit kata untuk menyampaikan makna yang luas atau kompleks, dengan fokus pada pilihan kata yang tepat dan sugestif.

Pada intinya, puisi adalah sarana untuk menggambarkan keindahan, emosi, atau gagasan melalui permainan bahasa yang kreatif.

Fungsi puisi bervariasi tergantung pada tujuan penulis dan konteks di mana puisi tersebut dibuat, tetapi secara umum, berikut adalah beberapa fungsi utama puisi:

  1. Ekspresi Emosi dan Perasaan: Puisi sering digunakan untuk mengekspresikan emosi, perasaan, dan pengalaman batin yang mungkin sulit disampaikan melalui kata-kata biasa. Melalui penggunaan bahasa kiasan, simbolisme, dan irama, penulis dapat menyampaikan nuansa perasaan yang lebih mendalam.

  2. Kreativitas Bahasa: Puisi memungkinkan eksplorasi dan permainan bahasa yang lebih bebas. Penulis dapat menggunakan teknik seperti rima, aliterasi, metafora, dan bentuk struktur yang tidak terikat aturan formal untuk menciptakan keindahan dan kekuatan kata-kata.

  3. Penggambaran Imajinatif: Puisi memberikan gambaran visual, suasana, atau peristiwa secara imajinatif dan simbolis. Ini membantu pembaca merasakan dan memvisualisasikan dunia melalui perspektif unik penulis.

  4. Mengkomunikasikan Pesan Sosial atau Moral: Banyak puisi yang ditulis dengan tujuan untuk menyampaikan pesan atau kritik sosial, moral, atau politik. Puisi dapat menjadi sarana refleksi atas isu-isu masyarakat atau pandangan hidup tertentu.

  5. Mendekatkan Pembaca pada Keindahan Seni: Puisi sering ditulis sebagai bentuk seni yang merayakan keindahan, baik dalam bentuk alam, kehidupan sehari-hari, atau hubungan manusia. Puisi membantu pembaca menghargai hal-hal kecil melalui cara penyampaian yang estetik.

  6. Memancing Refleksi dan Pemikiran: Puisi sering kali mengandung makna yang mendalam dan mengundang pembaca untuk merenungkan kehidupan, cinta, kematian, dan tema-tema universal lainnya. Puisi menantang pembaca untuk berpikir lebih dalam mengenai makna yang tersirat.

Secara keseluruhan, puisi berfungsi sebagai sarana komunikasi yang mendalam dan artistik, yang melampaui batasan bahasa formal untuk menyampaikan perasaan, ide, dan pengalaman penulis kepada pembaca.

Sejarah puisi mencakup ribuan tahun perkembangan dan memainkan peran penting dalam berbagai budaya di seluruh dunia. Puisi merupakan salah satu bentuk sastra tertua yang dikenal manusia dan telah mengalami evolusi yang signifikan seiring berjalannya waktu. Berikut adalah ringkasan sejarah puisi dari masa ke masa:

1. Puisi Kuno

  • Peradaban Mesir Kuno dan Mesopotamia: Puisi tertua ditemukan dalam bentuk doa, mantra, dan epik dari peradaban Mesir dan Sumeria (Mesopotamia). "Epic of Gilgamesh" (2100 SM) dari Mesopotamia merupakan salah satu karya puisi tertua di dunia, yang mengisahkan petualangan seorang raja.
  • India Kuno: Di India, puisi ditemukan dalam kitab suci Veda dan epos seperti Mahabharata dan Ramayana. Ini berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan ajaran agama, filosofi, dan nilai-nilai sosial.
  • Yunani Kuno: Di Yunani, puisi epik terkenal termasuk Iliad dan Odyssey karya Homer (sekitar abad ke-8 SM), yang mengisahkan pahlawan dalam mitos dan sejarah Yunani. Di Yunani juga muncul puisi liris oleh penyair seperti Sappho dan Pindar, yang lebih menekankan pada ekspresi pribadi dan emosional.

2. Zaman Klasik dan Abad Pertengahan

  • Romawi Kuno: Puisi Latin berkembang melalui karya penyair seperti Virgil, yang terkenal dengan epos Aeneid, dan Ovid dengan karya Metamorphoses. Puisi digunakan untuk mengekspresikan kisah mitologi, sejarah, dan filsafat.
  • Puisi Arab: Di dunia Arab, puisi berkembang pesat terutama pada abad ke-6 hingga ke-9. Puisi pra-Islamic (Jahiliyah) seperti Mu’allaqat dianggap sebagai karya klasik. Setelah Islam, puisi digunakan untuk menyebarkan ajaran agama dan budaya.
  • Puisi Eropa Abad Pertengahan: Di Eropa abad pertengahan, puisi didominasi oleh syair keagamaan, puisi ksatria, dan epos seperti The Divine Comedy oleh Dante Alighieri (Italia) dan Beowulf (Inggris). Puisi ini sering kali berfokus pada nilai-nilai moral, heroisme, dan kehidupan setelah kematian.

3. Renaissance hingga Abad Pencerahan

  • Renaissance (Abad ke-14 hingga ke-17): Pada era ini, puisi mengalami kebangkitan besar dengan gaya baru yang terinspirasi oleh budaya klasik. Di Inggris, William Shakespeare menulis soneta yang terkenal, sementara di Italia, Francesco Petrarca mengembangkan soneta Petrarchan. Puisi menjadi sarana untuk mengekspresikan cinta, kecantikan, dan kefanaan manusia.
  • Abad Pencerahan (Abad ke-17 hingga ke-18): Puisi pada masa ini sering menekankan rasionalitas, sains, dan kritik sosial. Alexander Pope di Inggris menjadi contoh dari penyair yang menulis puisi satir dan didaktik yang penuh ironi.

4. Romantisisme (Akhir Abad ke-18 hingga Pertengahan Abad ke-19)

  • Gerakan Romantisisme menekankan pada perasaan, imajinasi, dan koneksi dengan alam. Penyair seperti William Wordsworth dan Samuel Taylor Coleridge di Inggris, serta Johann Wolfgang von Goethe di Jerman, menggunakan puisi untuk merayakan keindahan alam, kebebasan individu, dan emosi manusia. Ini adalah reaksi terhadap industrialisasi dan norma-norma rasional dari era sebelumnya.

5. Puisi Modernis (Akhir Abad ke-19 hingga Pertengahan Abad ke-20)

  • Puisi modernis lahir sebagai respons terhadap perubahan sosial, politik, dan budaya yang terjadi selama Perang Dunia I dan II. Penyair seperti T.S. Eliot, Ezra Pound, dan W.B. Yeats di Inggris dan Amerika Serikat bereksperimen dengan bentuk, bahasa, dan struktur puisi. Karya mereka sering menggambarkan kebingungan, alienasi, dan kompleksitas kehidupan modern.
  • Gerakan simbolisme di Prancis juga memainkan peran besar dalam perkembangan puisi modern, dengan penyair seperti Charles Baudelaire dan Stéphane Mallarmé.

6. Puisi Kontemporer (Abad ke-20 hingga Sekarang)

  • Puisi kontemporer terus berkembang dengan berbagai gaya dan bentuk yang sangat beragam. Beberapa gerakan seperti puisi Beat yang dipopulerkan oleh Allen Ginsberg dan Jack Kerouac pada tahun 1950-an di Amerika Serikat menekankan kebebasan individu dan pemberontakan terhadap norma-norma sosial.
  • Saat ini, puisi masih menjadi sarana penting untuk menyampaikan isu-isu sosial, politik, dan budaya, lingkungan bahkan teknologi. Penyair kontemporer sering bereksperimen dengan bentuk-bentuk baru, seperti puisi visual dan digital.

Sejarah puisi mencerminkan perjalanan panjang manusia dalam mengekspresikan diri, mulai dari doa dan mitos kuno hingga eksplorasi emosional dan estetika modern. Setiap era memperkaya puisi dengan perspektif, gaya, dan bentuk baru, menjadikannya salah satu bentuk seni yang paling fleksibel dan abadi dalam budaya manusia.

Ilustrasi Puisi

 

Puisi: Gelombang di Kecepatan Cahaya

Gelombang di Kecepatan Cahaya

Di langit yang tak berbatas,
hembusan sunyi membawa pesan,
melintasi sekat waktu, menembus dinding tak kasat mata,
membisikkan isyarat bagi benda-benda yang diam.

Sebuah tarian tanpa suara,
dimana kendaraan melesat tanpa kendali,
dan angin bergetar, menyentuh jutaan hati mekanis,
di dunia yang terhubung tanpa tali.

Sebuah janji di setiap detik,
pada jarak yang hilang sekejap,
di antara bintang-bintang yang tak pernah tertidur,
mereka bicara, meski tak ada yang mendengar.

Dan di bawah langit,
kota pun bersinar,
bukan hanya lampu,
tapi oleh denyut yang tak terlihat,
menghidupkan yang tak pernah terjaga.

Gelombang,
yang tak teraba, tak terasa,
tapi di setiap napas,
kita semua menari, mengikuti alurnya.


 

Puisi: Algoritma Kosmos

Algoritma Kosmos

Dalam denyut data yang tak terhitung,
Serpihan realitas melesat, saling bertaut,
Keping demi keping informasi berkumpul,
Menyusun semesta di jejaring digital yang megah.

Kita adalah titik di arus biner,
Di antara kode dan logika, kita mengalir,
Menyelam di lautan data yang tak terbatas,
Menyentuh misteri, mengurai algoritma dunia.

Dalam hitungan nanodetik, prediksi terurai,
Masa depan terpantul di layar maya,
Ketika kecerdasan buatan bernafas,
Dan eksplorasi kebijaksanaan menggali inti sang makna.

Apa arti dari pola yang kita temukan?
Apakah waktu akan menghapus atau mengabadikan?
Di antara mesin dan manusia, batas mulai pudar,
Mencipta harmoni, memecah teka-teki jagad raya.

Aku, kau, dan kode yang terus hidup,
Di lingkaran tak terbatas, kita menulis ulang nasib.
Setiap data yang terpecah, menganyam kenyataan,
Menyulam kosmos, menjahit takdir di jantung peradaban.


 Puisi ini dipublikasikan pula pada situs ini

Puisi: Di Antara Gelombang

Di Antara Gelombang

Di antara gelombang suara yang bergetar,
Telepon genggam, jendela dunia,
Dari tangan ke tangan, pesan meluncur,
Menyambung jiwa yang jauh, merajut rasa.

Kecil dan ringan, namun bertenaga,
Koneksi tak terputus, tak lagi terjaga,
Malam sunyi, suara tawa mendekat,
Dalam layar bercahaya, kita berdekatan.

Sejarah menulis, setiap detik terpatri,
Dari suara tak jelas, kini harmoni,
Genggaman teknologi, membuka ruang,
Menghadirkan cinta, meski terpisah jauh.

Namun, di balik gemerlap cahaya,
Ada bayang-bayang, bisikan rasa,
Interaksi tereduksi, tatap muka samar,
Di antara gelombang, kita belajar makna.

Oh, untaian logam dan gelombang, alat ajaib,
Jembatan antara hati dan jiwa,
Di tengah dunia yang kian meluas,
Semoga kita tak kehilangan sentuhan nyata.

 


Saturday, September 21, 2024

Puisi: Siber Echo Chamber

Siber Echo Chamber

Dalam ruang maya yang tak terbatas,
Pesan-pesan mengalir tanpa jeda,
Namun di sini, gema tak pernah lenyap,
Semua kembali, seolah tanpa suara baru.

Suara yang kukenal, terus bersahutan,
Menguatkan keyakinan yang sudah tertanam,
Di layar ini, dunia terasa dekat,
Namun pandangan tetap sempit dan padat.

Dalam guliran tak berujung, kita terperangkap,
Mengintip hidup yang serupa, tanpa celah lepas,
Cermin-cermin digital menyajikan bayangan,
Seakan dunia luar hanya pantulan diri yang sama.

Namun di balik layar, angin lain berembus,
Pesan dari dunia yang tak kuasa kujelajahi,
Jika kuberani menjelajah, menembus dinding-dinding,
Mungkin suara lain akan mengisi ruang sunyi ini.

Ruang gema bisa runtuh,
Jika saja kita mau mendengar yang berbeda,
Di dunia maya ini, banyak yang tersembunyi,
Namun kebenaran masih bisa ditemui.

 Puisi: Ruang Gema di Dunia Maya

Puisi: Mesin Jelajah Tanpa Raga

 Mesin Jelajah Tanpa Raga

Di lautan data tanpa tepi,
Jejak langkah tersembunyi tak kasat mata,
Algoritma berpadu dalam tarian sunyi,
Menggali kata, memintal makna.

Jutaan pintu dalam jentikan jari,
Misteri dunia terurai,
Tak perlu peta, tak perlu tanda,
Semua terjawab dalam bisikan mesin yang hening.

Mencari, tak hanya melihat,
Menemukan lebih dari yang dicari,
Di balik layar, ada kecerdasan yang tak pernah lelah,
Menemani, menuntun, tanpa suara.

Namun, di antara semua jawaban,
Tersimpan keajaiban:
Bukan sekadar apa yang terlihat,
Tapi bagaimana yang tak terlihat memberi arah.

Puisi: Mesin Jelajah Tanpa Raga

 

 

Puisi: Makhluk Penjangkit Dunia Digital

Makhluk Penjangkit Dunia Digital

Di balik layar senyap, tak terlihat
Ia berbisik di setiap data yang melesat
Menyelinap, tak kentara dalam jejak halus
Merangkak di file, menghapus yang tulus

Tak peduli perintah, ia datang tanpa janji
Membelah kode, mengikat dengan janji sunyi
Menyentuh data, menari di aliran biner
Meninggalkan kehancuran, pelan tapi benar

Dalam diam, ia menyusup di ruang rahasia
Merenggut kepercayaan dalam hening suasana
Tak semua mata menangkap hadirnya
Tapi dampaknya terasa di dunia maya

Namun ada penjaga, berpelindung di balik kode
Menahan langkah si perusak, meski tak mudah
Pertempuran tanpa suara terus terjadi
Di dunia digital yang tak pernah sepi.

ilustrasi puisi

 

Puisi: Jalinan Tanpa Batas

 Jalinan Tanpa Batas

Dalam detak yang tak kasat mata,
Terselip simpul-simpul cahaya,
Mengalir di antara waktu dan jarak,
Menghubungkan jiwa yang tak lagi terikat.

Tiada lagi bentang lautan luas,
Langit pun memeluk jaring tak terlihat,
Di mana tangan tak bersentuh pun berkarya,
Menyusun mimpi dalam bahasa yang sama.

Setiap bisik menjadi gema,
Melintasi dunia tanpa hambatan,
Menari dalam bilik pikiran,
Mencipta tanpa batas, berbagi tanpa ruang.

Dalam diam, kita berkelana,
Tak perlu kapal atau sayap burung,
Cukup serat halus piksel dan arus maya,
Mengantarkan kita ke tepi dunia.

Di sini, batas hanyalah ilusi,
Tak ada negara, tak ada tembok tinggi,
Hanya kita, berdiri di satu panggung,
Menyulam masa depan dari jarak yang tak berarti.

ilustrasi puisi feri sulianta

 

Friday, September 20, 2024

Puisi: Jejak Sunyi di Era Otomatisasi

Jejak Sunyi di Era Otomatisasi

Di sudut-sudut pabrik sunyi,
denting logam menggantikan bisik pekerja,
sebuah tarian tanpa lelah,
bergerak seiring perintah tanpa suara.

Jari-jari besi tak pernah lelah,
menganyam waktu, membungkus harapan,
menyulam setiap detik dengan ketepatan,
di mana dahulu tangan manusia berderap.

Langkah yang dulu berisik, kini sunyi,
jalan-jalan tak lagi penuh sesak,
dalam keheningan, mesin menyusun tatanan baru,
menggeser mimpi di bawah bayang otomatisasi.

Tak ada lelah, tak ada ragu,
hanya kemajuan yang terus melaju.
Tapi di balik gemerlap cahaya kemudahan,
terselip tanya dalam hati yang tak terucapkan,
di manakah tempat bagi yang dulu bekerja di sini?

Jejak Sunyi di Era Otomatisasi

 

Thursday, September 19, 2024

Puisi: Tautan yang Tak Terlihat

Tautan yang Tak Terlihat

Ada jalan-jalan tak kasat mata,
Yang menyatukan ruang dan waktu,
Mengalirkan pesan dari satu jiwa ke yang lain,
Tanpa batas, tanpa sekat,
Menghubungkan mereka yang jauh,
Menjadikan yang tak mungkin, nyata.

Di dalam lorong sunyi, mereka saling berbagi,
Bukan sekadar benda, tapi juga cerita,
Suara yang memanggil dari kejauhan,
Menembus jarak dengan kilatan cahaya,
Mengisi kekosongan dengan tawa, dengan sapa.

Di balik layar, ada dunia tersembunyi,
Menyatukan potongan-potongan ingatan,
Menjelajah angkasa tanpa beranjak,
Menemukan jawaban di balik setiap klik,
Sebuah simfoni yang terus berdetak,
Menghidupkan ritme dari kedalaman.

Semua terhubung,
Dalam simpul-simpul yang tak terurai,
Bersama mereka menari,
Membuka pintu menuju kemungkinan baru,
Di dunia yang tak lagi mengenal batas.

ilustrasi puisi oleh feri sulianta

 

Puisi: Di Ujung Skala Molekuler

Di Ujung Skala Molekuler

Dalam sunyi yang padat, transistor menari,
Semakin kecil, namun tak lagi sederhana.
Kompleksitas tumbuh, tak terhindarkan,
Di batas molekuler, tantangan tersimpan.

Seperti janji di masa lalu,
Teknologi berlari, mengejar waktu.
Namun kini langkahnya terhenti sejenak,
Tak sesederhana dulu, lebih banyak yang terpecah.

Kecerdasan buatan dan data besar melambung tinggi,
Menuntut lebih dari yang pernah dijanjikan.
Di simpul kecil itu, kita bertahan,
Mencari jalan baru di balik batas yang dirasakan.

Walau perlahan, inovasi tak pernah pudar,
Ia takkan mati, hanya berubah wujud.
Dengan setiap lompatan, masa depan terbuka,
Teknologi tetap tumbuh, tak pernah menyerah.

Di dunia yang kian padat dan tak terduga,
Kita terus mencipta, meski di bawah beban yang berat.
Langkah berikutnya masih tak pasti,
Namun masa depan tetap menunggu, kita tak berhenti.

Ilustrasi puisi feri sulianta

 

Wednesday, September 18, 2024

Puisi: Dalam Empat Sang Jiwa

Dalam Empat Sang Jiwa

Di sudut terang, sang penghibur menari,
Mengejar angin, menantang arus tak bertepi,
Langkahnya penuh gairah, tak kenal lelah,
Namun sering lupa jalan pulang ke rumah.

Sang pejuang teriak di tengah gemuruh,
Mengalir seperti api, cepat meluruh,
Ia kuasa, membakar segala yang diam,
Namun kadang lupa, dunia tak hanya tentang menang.

Sang pemikir diam di pojok malam,
Menelusuri jejak-jejak sunyi dalam,
Ia peluk kata, ia rangkai makna,
Namun hatinya tenggelam di lautan rasa.

Sang penurut berlayar di lautan tenang,
Menghindari badai, menyusur arus senang,
Damai ia bawa, ketenangan ia beri,
Namun terlalu diam, mungkin tak pernah berdiri.

Empat wajah dalam satu jiwa,
Berpadu dalam nada yang berbeda,
Siapa yang sempurna di tengah gelora,
Hanya waktu yang tahu jawabnya.

Di antara bising dan diam,
Kita semua mencari keseimbangan dalam.

ilustrasi puisi feri sulianta

 

Tuesday, September 17, 2024

Puisi: Simfoni Masa Depan di Ujung Kecerdasan

Simfoni Masa Depan di Ujung Kecerdasan

Di dalam sepi yang teratur,
algoritma menyusun notasi dunia,
dari serpihan data yang tersebar,
lahirlah simfoni baru tanpa suara.

Ia bukan hanya alat di tangan manusia,
Entitas cerdas, wujud pikiran yang merangkai makna,
menggambar, menulis, menyanyi tanpa nada,
di antara debu digital, ia temukan jiwanya.

Bukan sekadar memudahkan beban,
tapi merubah hakikat usaha dan harapan,
dalam lanskap kerja yang terus berubah,
dimana mesin dan manusia bersama bernafas.

Apakah ini ancaman, atau harapan?
Di ruang yang dulu dipenuhi keringat dan tangan,
kini pikiran terhubung tanpa sekat,
mengukir dunia yang baru, yang tak lagi lambat.

Namun, ada pertanyaan yang tersisa di sudut,
tentang arti manusia saat peran berubah,
akankah kita tetap bertahan,
atau terhanyut dalam gelombang teknologi yang kian mendalam?

Di tengah revolusi tanpa bendera,
Entitas cerdas berdiri sebagai panglima,
membawa kita ke masa depan yang samar,
dimana batas antara manusia dan mesin mulai pudar.

Di antara kebisingan itu, kita mencari arti,
tentang kerja, tentang eksistensi,
di persimpangan takdir yang tak terduga,
dimana masa depan ditulis oleh data dan cinta.

 

ilustrasi puisi teknologi - feri sulianta

Search This Blog

Powered by Blogger.

About Me

My photo
Dr. Feri Sulianta, S.T., M.T., MOS, MTA, CPC, CNNLP, CHA mengawali karir sebagai Chief Information Officer, saat ini ia mengajar di beberapa perguruan tinggi dan menggeluti peran sebagai life coach. Kegemarannya menulis membuatnya didapuk MURI(2016) sebagai penulis buku Teknologi Informasi terbanyak. LEPRID (2018) memberikan apresiasi sebagai Penulis dengan Kategori Buku Terbanyak, 19 kategori untuk 88 buku. Hingga kini Feri Sulianta sudah memublikasikan lebih dari 100 judul buku.