Monday, October 14, 2024

Puisi: 10 Hukum Dunia Digital

10 Hukum  Dunia Digital

Babak 1: Jangan Ada Komputer Jahat di Hadapanmu
Di layar biru kau setia,
Komputermu, penuh etika.
Hanya padanya kau berpaling,
Segala data padanya kau sambung kelingking.

Babak 2: Jangan Mencuri Piksel Tetangga
Di jendela tetangga kau tak mengintip,
Foldernya tertutup, jangan kau culik.
Segala milik di dunia maya,
Bukan untukmu, walau ada di layar terbuka.

Babak 3: Jangan Berpura-pura Jadi Orang Lain
Jangan bersalin rupa di ruang siber,
Jadilah dirimu, tak perlu sihir.
Dengan topeng digital kau berjalan,
Tapi jejak IP-mu akan terbongkar perlahan.

Babak 4: Hormati Privasi Orang
Di email tetangga jangan kau selidik,
Privacy itu bukan sekadar click.
Layaknya surat yang disegel rapat,
Jaga privasi, agar hidup tak berat.

Babak 5: Jangan Menyebarkan Malware Ke Mana-Mana
Virus itu bukan hadiah manis,
Jangan kau kirim di hari Senin atau Kamis.
Sistem rusak, jiwa pun kacau,
Malware itu iblis dunia siber yang keruh.

Babak 6: Jangan Meretas Secara Kejam
Menjadi hacker bak ninja malam,
Tapi tak untuk rusak, hanya diam.
Tak ada kehormatan di kode yang kau langgar,
Sebarkan keamanan, tak perlu gentar.

Babak 7: Jangan Pakai Kode Gelap
Script gelap yang kau tulis sembunyi,
Hanya buat orang lain menangis sendiri.
Bermain curang dalam coding malam,
Takkan buat dunia siber lebih dalam.

Babak 8: Hormati Hasil Karya Orang Lain
Program dan file yang dibuat susah,
Jangan kau curi, walau kau lelah.
Hormati kreasi yang sungguh nyata,
Meski berbentuk file atau data.

Babak 9: Bagikan Pengetahuan untuk Kebaikan
Ilmu itu seperti cahaya bintang,
Berbagi takkan buatmu hilang.
Buka code, buka pikiran,
Agar dunia digital penuh wawasan.

Babak 10: Etika di Dunia Nyata Sama di Dunia Maya
Apa yang kau lakukan di ruang nyata,
Cerminkan dirimu di ruang maya.
Etika tak beda, baik di layar atau ruang,
Jadi manusia bijak, di dunia tanpa uang.

 



Makna Masing-Masing Babak

 
Puisi ini membahas prinsip-prinsip etika komputer secara implisit. Babak pertama menyarankan untuk tidak menggunakan komputer untuk merugikan atau menyakiti orang lain. Babak kedua dan ketiga menegaskan pentingnya menjaga privasi dan identitas, tanpa mencuri atau berpura-pura menjadi orang lain. Babak keempat hingga ketujuh berbicara tentang menjaga privasi orang lain, tidak menyebarkan virus, tidak meretas, serta tidak menggunakan kode untuk hal-hal jahat. Babak kedelapan menyoroti pentingnya menghargai karya orang lain, sementara babak kesembilan mengajak untuk berbagi ilmu demi kebaikan bersama. Terakhir, babak kesepuluh mengingatkan bahwa etika berlaku sama baik di dunia nyata maupun maya.

Puisi: Simley Kelewat Ekspresif

Simley Kelewat Ekspresif

Simley tersenyum di layar kecil,
Mata bulat, mulut mungil, manisnya stabil.
Lalu datang Simley yang rada usil,
Ngirim wink ;) bikin semua kaget dan kikil.

Ada juga si XD yang ketawa terbahak,
Sampai emot lain bilang, "Bro, kamu berisik banget!"
Si :( datang, wajahnya muram sendu,
Padahal baru tadi dia join grup seru.

Di pojok ada si

dengan lidah menjulur,
Bikin suasana jadi makin akur.
Si ;) kirim pesan tanpa suara,
Bikin hati sedikit deg-degan nggak karuan juga.

Mereka rame di grup chatting tanpa batas,
Setiap emosi muncul tanpa batasan kelas.
Simley di dunia maya, ekspresi nan fana,
Lucu tapi bikin dunia jadi lebih warna.

 


Antara Jalan dan Pesanan

Antara Jalan dan Pesanan

Dipesan tadi es teh manis,
Yang datang malah sayur gadis,
Kurirnya bilang, "Maaf ya, Mas,
Jalan macet, aku jadi lemas."

"Nasi goreng, teh ayam bakar,
Kok malah bubur ayam sumbar?"
Di chat kurir, aku protes,
"Tunggu, Mas, nanti aku beres!"

Terus nunggu, perutku lapar,
Harapan es jeruk tinggal samar,
Tiba-tiba kurir bilang ceria,
"Pesananmu hilang di area dua!"

Aku cek GPS, kurir putar,
Lewati jalan, berliku putar,
Di chat dia bilang, "Sabar, Bro,
Tadi aku nyasar ke toko stro!"

Akhirnya datang, lega di hati,
Tapi sayang, es jeruk ku mati,
Pakai senyum, dia bilang lirih,
"Ini pasti ada konspirasi sih!"

Terbang, Bukan Tawon

Terbang, Bukan Tawon

Ada suara dengung di langit biru,
Melintasi awan, terbang tinggi penuh laku.
Tak punya sayap, tapi melayang indah,
Lewat jendela kamar, melewati genting rumah.

Kucingku heran, kepala miring mengintip,
Ada benda kecil melaju, bikin dia terpikir.
Bukan elang, bukan layangan di udara,
Ini makhluk terbang yang aneh tapi nyata.

Di taman sebelah, tetangga berbisik,
“Jangan-jangan itu pesawat plastik?”
Melaju pelan, kemudian cepat,
Berlari ke arah antena dengan nekat.

Aku tertawa sambil pegang alat,
Sembunyi di balik pagar, tetap semangat.
Tak perlu teriak, cukup satu tombol,
Benda itu naik, melesat tanpa kontrol.

Terbang lagi hari ini, besok lebih piawai,
Semoga kali ini tak menabrak tiang sampai rusak parah,
Benda kecil di langit, terus menari,
Menjelajahi dunia tanpa henti-henti.


Puisi: Aku dan Gelas Kopi yang Tidak Nyata

Aku dan Gelas Kopi yang Tidak Nyata

Di balik kacamata ajaibku,
Kota jadi arena penuh keliru,
Jalan raya lengang, eh, tapi tunggu,
Ada ubur-ubur melayang, kok aku bingung?

Gelas kopi di udara, menggoda diriku,
Tanganku terulur, tapi hampa yang kutuju,
Ternyata dunia maya, bukan nyata, aduhai,
Tertipu lagi, padahal tadi hampir kuyakini.

Lampu lalu lintas? Salah warna,
Biru kuning jingga, semua gembira,
Ku tersenyum sendiri, tak bisa mengelak,
Kacamata ini, sungguh bikin hidup terbalik.

Semua tampak nyata, tapi tak bisa ku sentuh,
Realita yang kabur, bagai angin di ufuk jauh,
Hidupku berubah jadi panggung komedi,
Saat dunia maya menari di depan mata ini.


Puisi: Sistem yang Katanya Pintar

Sistem yang Katanya Pintar

Di meja kantorku yang penuh kertas,
Datanglah dia, sistem serba jelas.
Katanya akan rapih, katanya akan mudah,
Segala data teratur, bebas dari lelah.

Layar berkedip, grafik terbang,
Angka-angka meluncur, semuanya hilang.
Pesanan masuk, stok berkurang,
Tapi kenapa malah tambah bimbang?

Mungkin tombol ini, atau kolom itu,
Laporan jadi, tapi kenapa selalu satu?
Sistem canggih, bikin janji tinggi,
Namun menggunakannya, aku jadi bingung sendiri.

Manajer tertawa, “Tenang, itu biasa,”
Katanya semua butuh waktu seirama.
Tapi sampai kapan kita berjuang,
Dalam layar penuh tanda tanya yang tak hilang?

Gudang terpantau, produk tercatat,
Namun entah kenapa, kerja jadi lambat.
Sistem ini memang pintar, katanya mahir,
Tapi kadang bikin hariku sedikit getir.



Makna Puisi:

Puisi ini menyampaikan pengalaman frustrasi yang dihadapi oleh para pekerja saat menggunakan sistem teknologi kompleks yang dijanjikan akan mempermudah pekerjaan mereka. Meskipun sistem tersebut dirancang untuk mengatur berbagai data dan operasi bisnis secara efisien, kenyataannya pengguna sering kali harus menghadapi kebingungan dan masalah teknis yang tidak terduga. Melalui pendekatan humor, puisi ini menunjukkan bahwa teknologi yang “pintar” tidak selalu memberikan pengalaman yang mudah, dan adaptasi dengan sistem tersebut bisa menjadi perjalanan yang menantang.

Puisi: Detektif Bit dan Byte

Detektif Bit dan Byte

Di dunia digital penuh misteri,
Ada pekerjaan lucu, si tukang teliti.
Bukan detektif jalan atau lacak sidik jari,
Tapi komputer forensik, si pemburu memori.

Laptop tergeletak, layar redup termenung,
Di dalamnya jejak-jejak file pun terhitung.
Di pojok sana, mouse berlari ketakutan,
Seakan menyembunyikan rahasia yang tak tertahankan.

"Mana filemu yang terhapus?" seru sang pakar,
Sambil memeriksa folder dengan gaya tegar.
Dokumen nakal, hilang tanpa jejak,
Tapi detektif tahu, data takkan lepas.

Hard disk menangis, RAM berteriak,
Sang pakar sibuk, tak kenal lelah.
CPU panas, browser pun pingsan,
Namun si detektif tetap bertahan.

"Aha! Ini dia jejak yang tertinggal!"
Virus tertawa, tapi tetap gagal.
Sang detektif tersenyum penuh semangat,
Satu lagi kasus digital terselesaikan hebat.

Puisi: Dunia TikTok

Dunia TikTok

Di TikTok kita nari tak kenal malu,
Lupa diri, wajah pun jadi lucu,
Tangan melambai, pinggang bergoyang,
Satu-dua swipe, semua ikut riang.

Challenge baru, tiap hari ada,
Bikin orang tua pun ikut gaya,
Lip sync lagu, ekspresi datar,
Siapa sangka, jadi viral sebentar?

Filter muka, bikin kocak parah,
Dari hidung lebar sampai telinga jengah,
Scroll terus, lupa makan malam,
Oh TikTok, engkau sihir yang dalam.

Ada yang joget, ada yang ngelawak,
Semua berlomba jadi yang paling beriak,
Di kolom komentar, tawa bersahutan,
TikTok, jejaring penuh warna dan godaan.


Puisi: Cuitan Sang Burung Biru

Cuitan Sang Burung Biru

Di dunia maya, burung biru berdering,
Setiap cuitan bagai gemerincing koin king,
Orang-orang datang dan pergi,
Dengan opini yang tak pernah sepi.

Ada yang berdebat soal kopi,
Lalu tiba-tiba bahas teori konspirasi,
Emoji tertawa, marah, dan bingung,
Berterbangan seperti kupu-kupu kumbang.

Ada yang retweet, ada yang like,
Viral dalam hitungan detik,
Cuitan receh jadi trending,
Siapa sangka bisa jadi penting?

Politik, olahraga, hingga drama seleb,
Semua campur jadi kolase yang lebat,
Netizen pun jadi sastrawan dadakan,
Di kolom komentar mereka berpantun ria.

Tapi hati-hati, jangan terlalu serius,
Di Twitter, lelucon bisa jadi virus,
Hanya satu cuitan salah kata,
Langsung trending, terblokir, jadi cerita!

Dunia Twitter penuh warna-warni,
Setiap timeline adalah panggung seni,
Sekali cuit, semua bisa terbelit,
Selamat datang di negeri cuitan yang penuh kicau unik!



Makna Puisi:

Puisi ini menggambarkan Twitter sebagai platform media sosial yang dinamis dan penuh keanekaragaman. Setiap pengguna memiliki kesempatan untuk menyuarakan pendapat, berinteraksi dengan pengguna lain, dan bahkan berpartisipasi dalam tren global. Meski banyak hal receh atau lucu yang menjadi viral, ada juga sisi serius dari platform ini, di mana cuitan bisa berdampak besar. Namun, pada akhirnya, puisi ini mengingatkan bahwa yang dilansir di Twitter  tidak selalu harus diambil terlalu serius, melainkan dapat dipandang juga sebagai tempat hiburan dan humor.

Sunday, October 13, 2024

Puisi: Selebgram di Panggung Maya

Selebgram di Panggung Maya

Di dunia maya dia gemerlap, penuh gaya,
Selfie di kafe mewah, tiap sorot bersinar ria.
Filter menari, pose tak pernah sia-sia,
Dengan caption bijak, katanya, "Jadi diri sendiri saja."

Follow dan like datang bertubi-tubi,
Padahal di balik layar, cuma ngemil di kursi.
Bikin konten tiap hari, tak ada jeda,
Demi endorse barang, dari lipstik hingga sepatu Prada.

Mobil mewah pinjaman, ngopi cuma segelas,
Semua tampak sempurna, ah, begini lah kelas.
Tapi di hati kecil, kadang terselip tanya,
“Kapan jadi nyata, bukan cuma drama maya?”

Tertawa sendiri, terus jalan seirama,
Toh yang penting followers, bukan soal lama.
Maka dia terus terbang, di langit maya,
Selebgram yang gemilang, penuh tipu-tipu nyata.

 


Puisi: Hidup di Balik Lensa

Hidup di Balik Lensa

Oh Youtuber, pemburu subscriber setia,
Pagi buta hingga malam larut tak lelah berkreasi ria.
Di depan kamera bergaya penuh daya,
Demi like, view, dan komentar pujian membara.

Dari prank lucu sampai tutorial gagal,
Semua direkam, dipoles hingga viral.
Edit video sampai mata merah,
Tak peduli, asal thumbnailnya cetar membelah!

Tagline catchy, "Jangan lupa like dan subscribe, ya!",
Semangat juang demi algoritma tak pernah padam membara.
"Klik lonceng biar nggak ketinggalan,
Update terbaru, siapa tahu bermanfaat buat yang kesepian."

Kadang komennya pedas, bikin sakit kepala,
Tapi demi adsense, harus tetap ceria.
Drama, tantangan, konten luar biasa,
Youtuber tetap jaya, walau kadang ya cuma gaya.


 

Puisi: Bluetooth yang Lupa Jalan Pulang

Bluetooth yang Lupa Jalan Pulang

Bluetooth, kau sungguh misterius,
Kadang cepat, kadang serius.
Di tengah riuh sinyal membentang,
Kau sering lupa jalan pulang.

Handphoneku memanggilmu,
Namun kau sibuk mencari sinyal biru.
Di telinga, musikku tertunda,
Karena kau masih berkelana.

Speaker di sudut sana,
Menunggu penuh harap dan tanya.
"Dimana dia, Bluetoothku?"
Ia bergumam, sambil menatap kelu.

Oh Bluetooth, koneksimu ajaib,
Membuat hariku penuh canda dan takdir.
Ketika akhirnya kau menyambung,
Rasanya seperti memenangkan undian agung.

Tapi kadang, aku pun lelah,
Mencari sinyalmu yang selalu berubah.
Mungkin esok, aku pakai kabel saja,
Lebih pasti dan tak ada drama.


 

Puisi: Ode untuk Excel, Sang Penyelamat Layar

 Ode untuk Excel, Sang Penyelamat Layar

Di pagi buta ku buka lembaran Excel,
Sel-sel berbaris rapi, siaga berkelana,
Rumah angka, simbol, dan rumus tak kenal henti,
Oh, petualangan data yang penuh teka-teki!

Angka-angka meloncat, jadi grafik tiba-tiba,
Seakan-akan punya nyawa sendiri di layar kaca,
CTRL + C, CTRL + V, kuandalkan sepenuh hati,
Namun, kolom dan baris kadang bikin puyeng lagi.

Pivot table, oh dewa misteri tak tertandingi,
Sekali salah klik, semua data langsung berlari,
Dan formula IF, kapan jadi temanku?
Tak usah khawatir, semua akan selesai dalam satu... atau dua hari.

Baris hilang, rumus menghilang tak pamit,
Ku hitung ulang, eh, ternyata angka salah diketik!
Tapi tenang, kuselamatkan dengan undo,
Karena hidup di Excel, segalanya penuh liku.

Jadi, marilah bersama rayakan kawan lama,
Spreadsheet tercinta yang penuh drama.
Walau kadang bikin frustasi tak terhingga,
Tetap dia penolong saat data bertebaran di udara!


 

Puisi: SEO Si Penakluk Mesin Pencari

SEO Si Penakluk Mesin Pencari

Di dunia maya yang penuh misteri,
Ada satu kunci, tak kasat mata, tapi pasti.
Namanya SEO, si raja kata,
Mengatur lalu lintas, tak ada lelahnya.

"Keyword di mana? Letakkanlah tepat!"
Seru sang algoritma yang tak pernah penat.
Meta deskripsi, judul pun dipoles rapi,
Agar naik ke puncak, tak tertandingi.

Link internal, backlink kuat,
Menjalin jejaring, SEO memang hebat.
Tapi jangan lupa, konten harus cerdas,
Karena pembaca tak ingin tertipu bulat.

Namun, oh SEO, tak selalu adil,
Kadang trik lama pun bisa memikat alih.
Setiap update algoritma, hati jadi gelisah,
Menebak langkah Google, selalu berusaha.

Jadi kawan, belajarlah trik si SEO ini,
Agar websitemu berjaya, tampil gemilang di lini.
Tapi hati-hati, jangan serakah,
Karena penalti Google bisa menampar dadamu lemah.

 


Saturday, October 12, 2024

Puisi: Data Warehouse Gagal Rapi

Data Warehouse Gagal Rapi

Di pojok sunyi si gudang data,
Berderet-deret file bagai sarjana.
Para analis sibuk berceloteh,
"Mau query apa, nih? Jangan salah pilih!"

Ada yang jatuh, ada yang hilang,
Data berhamburan, terbang melayang.
"Kemana perginya record kemarin?
Ah, lupa di-index, jadi lenyap tak terpilih."

Si data warehouse makin penuh,
Kompleksitasnya bikin jantung mengeluh.
Paket data tak rapi, asal-asalan,
"Bentar-bentar! Ambil dulu kalkulasi hitungan!"

Engineer teriak, "Cluster overload!"
Manajer kebingungan, "Ini kenapa, bos?"
"Data mart bocor, report kacau,"
SQL pun nyangkut, ya Tuhan, kasihanlah!

Tapi di balik semua tawa,
Si gudang ini, walau penuh cela,
Adalah pondasi sihiran data,
Tempat segala solusi bisa disimpan—dengan canda!


 


Makna Puisi:

Puisi ini menggambarkan kompleksitas sekaligus kekonyolan dalam pengelolaan data warehouse di bidang informatika. Meskipun data warehouse adalah pusat penyimpanan data penting yang mendukung banyak keputusan bisnis, dalam praktiknya sering terjadi masalah seperti data yang tidak terorganisir dengan baik, overload server, dan kekacauan lain yang dapat mengundang tawa. Lewat nada humor, puisi ini menyiratkan pentingnya menjaga keteraturan dan pengelolaan yang baik, sambil tetap menyadari bahwa kesalahan dan masalah adalah bagian tak terpisahkan dari dunia teknologi.

Friday, October 11, 2024

Puisi: OTP-nya?

OTP-nya?

Teringat saat login ke akun,
Pikirku, “Ah, biasa, tak perlu bingung,”
Tapi di layar tiba-tiba tertera,
“Masukkan OTP, segera di sana.”

“OTP? Apa itu?” tanyaku pelan,
Lalu SMS datang bertubi-tubi, kawan.
Kode angka, enam digit tertulis manis,
“Cepat! Masukkan, sebelum habis.”

Kuambil ponsel, kode siap di tangan,
Namun tak lama, hilang dalam kenangan.
Tiba-tiba aku lupa, mau masukkan apa,
Kode terbang, terhapus tanpa sengaja.

Keringat dingin, kucek lagi,
"Kirimi ulang," jari pun menari.
OTP baru, tapi waktunya sempit,
Sebelum selesai, kode sudah habis.

Tak habis akal, kuulangi lagi,
Namun si OTP terus saja pergi.
"Sudahlah," kata hati dengan lirih,
"Ini hanya ujian, jangan terlalu sedih."

Akhirnya sukses, kode diterima,
Masuklah aku dengan bahagia.
Namun di hati ada satu tanya,
"Kenapa OTP selalu membuat drama?"


 


Makna Puisi:

Puisi ini menggambarkan pengalaman frustasi namun lucu yang sering dialami banyak orang saat harus berurusan dengan OTP (One-Time Password). Dalam konteks keamanan, OTP sangat penting, namun prosesnya sering kali membuat kita tergesa-gesa atau panik, terutama saat waktunya hampir habis dan kita harus meminta kode baru. Puisi ini menyoroti sisi humor dari situasi tersebut, ketika teknologi yang dirancang untuk memudahkan kadang malah menjadi sumber stres kecil.

Catatan: 

OTP (One-Time Password) adalah kata sandi atau kode keamanan yang hanya berlaku untuk satu sesi atau transaksi tertentu. Setelah digunakan, kode tersebut tidak lagi dapat digunakan kembali. OTP sering digunakan dalam sistem otentikasi dua faktor (2FA) untuk meningkatkan keamanan. Berikut beberapa ciri OTP:

  1. Satu kali pakai: OTP hanya bisa digunakan satu kali, sehingga mengurangi risiko pencurian kata sandi.
  2. Waktu terbatas: Biasanya, OTP hanya berlaku untuk jangka waktu tertentu, seperti beberapa menit.
  3. Dikirimkan secara aman: OTP biasanya dikirimkan melalui SMS, email, atau aplikasi autentikasi seperti Google Authenticator.

OTP berguna untuk menghindari serangan brute force dan phishing, karena meskipun ada orang yang mencuri OTP, mereka tidak bisa menggunakannya di masa depan setelah OTP kadaluarsa.

 

Puisi: Camel Case atau Gaya Sendiri?

Camel Case atau Gaya Sendiri?

Di dunia kode yang penuh misteri,
Camel case datang, coba hampiri,
Huruf kecil, huruf besar berganti,
Katanya, ini standar yang pasti.

"myVariable" katanya tepat,
Tapi si Budi malah berbuat.
"myvariable" tertulis rata,
Dengan huruf kecil semuanya.

Si Andi lebih kreatif lagi,
Huruf kapital di sana-sini,
"MYVariable" katanya keren,
Tapi kok jadi susah di-kenang?

Lalu Susi, oh si pintar Susi,
Pakai underscore tak tanggung-tanggung,
"my_variable_name" jadi panjang,
Seolah puisi, tapi malah membingungkan.

Di kantor pun jadi perdebatan,
Gaya siapa yang paling paten?
Camel case, Pascal, atau yang lain,
Semua merasa gaya paling keren.

Tapi yang lucu dari kisah ini,
Standar dibuat untuk harmoni,
Namun setiap coder, dengan hati,
Lebih suka gaya sendiri.

Kata si bos, "Sudahlah, kawan,
Yang penting kodenya jalan!"

 


Makna Puisi:

Puisi ini menggambarkan kebingungan yang dialami oleh para programmer dalam menentukan gaya penulisan kode yang tepat, khususnya dalam hal camel case. Meskipun ada standar penulisan yang dianjurkan, seperti camel case dan Pascal case, banyak programmer lebih memilih gaya mereka sendiri, yang sering kali memicu kebingungan dan perdebatan di antara rekan kerja. Pada akhirnya, humor dari situasi ini muncul ketika disadari bahwa yang paling penting adalah fungsionalitas program, bukan gaya penulisan yang digunakan.

Thursday, October 10, 2024

Puisi: "Menambang Kata di Laut Data"

"Menambang Kata di Laut Data"

Di lautan data, ku tenggelam termenung,
Cari makna dari teks yang panjang dan beruntun.
Pakai algoritma, sungguh aku kagum,
Tapi kenapa hasilnya masih berantakan, maklum.

Pilih kata kunci, ada yang berlari,
Kadang keluar, kadang sembunyi lagi.
Bagai detektif, aku telusuri jejak,
Tapi data terus bercanda, bikin otak capek sejenak.

N-gram dan token, kau jadi kawan,
Tapi kenapa selalu bikin aku pusing bukan kepalang?
Stopword yang banyak, ku singkirkan dengan marah,
Tapi entah kenapa, hasil akhir malah serasa parah.

Di balik layar komputer, ku tetap mencoba,
Meski kata-kata beterbangan, menggila.
Text mining ini bagai tambang harta,
Namun yang kutemukan? Hanya meme lucu dan tawa semata!


 

Puisi: Si Jari Belanja, Dompet Terancam

Si Jari Belanja, Dompet Terancam

Mulai pagi buka mata, sambil ngulet malas-malasan,
Lihat handphone tergeletak, ada notifikasi menggoda,
"Flash sale segera dimulai, diskon besar tak terduga!"
Akhirnya klik tanpa sadar, walau dompet mulai gundah.

Sepatu, baju, alat dapur, semua klik dalam sekejap,
Tiap malam kiriman datang, rumah pun mulai sesak,
Kotak kardus berjejer rapi, seperti menara tertinggi,
Padahal yang beli cuma sandal, eh yang datang kulkas mini!

"Free ongkir? Wah, rugi kalau dilewatkan!"
Tak terasa tambah lagi, barang-barang tak karuan,
Tetangga tanya heran, "Buka toko atau pindahan?"
Tersenyum malu, jawab pelan, "Ah, cuma promoan."

Akhir bulan datang menanti, tagihan bagaikan tsunami,
Dompet menangis, saldo lenyap, aduh, gimana nih nanti?
Tapi hati tetap senang, “Tenang aja, bulan depan ada promo lagi!”
Begitulah kisah belanja online, senang-senang, tapi dompet menjerit sepi.



Makna Puisi:

Puisi ini mengangkat fenomena kebiasaan belanja online yang semakin marak dengan hadirnya promo dan diskon yang menggoda. Ada nuansa humor yang menggambarkan bagaimana seseorang dengan mudah terpengaruh untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, hanya karena promo yang tampak menarik. Puisi ini menyindir kebiasaan impulsif dalam belanja online yang sering berujung pada penyesalan ketika melihat tagihan di akhir bulan, meski tetap ada rasa puas dari pengalaman berbelanja.

Puisi: Internet Jaman Purba

Internet Jaman Purba

Dulu ARPANET pertama berdiri,
Kabel tebal berseliweran di sana sini,
Empat komputer, wah udah mewah!
Pesan terkirim? Tunggu sampai berkeringat basah.

Para insinyur sibuk, muka serius
Ketikan pesan “LO”, layar agak misterius
Rencana tulis “LOGIN” dengan penuh harapan
Eh, baru “LO” udah mati sambungan!

Percobaan demi percobaan dilanjutkan
Senyum mereka, kalau berhasil terkoneksi sekali-kali
Sinyal putus-putus, kadang bikin frustrasi
Tapi hei, ini cikal bakal internet nanti!

Kini lihatlah dunia di era modern
Semua pakai internet, tak ada yang keheran
Dulu susah kirim satu kata saja
Sekarang streaming video? Biasa saja!


 


Makna Puisi
Puisi ini menceritakan dengan nada humoris awal mula internet yang berawal dari ARPANET. Digambarkan betapa sulit dan rumitnya usaha para ilmuwan dan insinyur di masa itu, dengan teknologi yang jauh lebih sederhana dan terbatas. Namun, meskipun penuh tantangan, ARPANET menjadi fondasi penting bagi perkembangan internet yang kita nikmati sekarang. Kontras antara kesulitan masa lalu dengan kemudahan akses internet di zaman modern menambah kelucuan, sekaligus menunjukkan betapa pesatnya kemajuan teknologi sejak itu.

Puisi: Sang Tiga Serangkai

Sang Tiga Serangkai

Di dunia teknologi yang serba cepat,
Ada tiga kawan, beraksi tiada henti.
Si Hardware gagah, ototnya berkilat,
Mengangkat beban, tiada yang terlewati.

Lalu Software datang, lincah penuh gaya,
Menghitung, memproses, tak ada yang sia-sia.
“Hayo cepat,” katanya, “tak usah ragu,
Aku yang atur semua, agar lancar jalanku.”

Namun, Brainware si otak, paling santai,
Dengan kopi di tangan, berpikir sambil duduk.
“Tenang, teman-teman, biar aku yang pakai,”
Ide-ide berhamburan, dia tak pernah jenuh.

Hardware bertanya, “Mengapa kau tak berkeringat?”
Brainware tersenyum, “Aku berpikir sangat cepat.”
Software menimpali, “Data kau kelola, tapi tak kasat,
Tanpaku, semua ini terbengkalai.”

Tapi ketika mereka bertiga bersama,
Semuanya lancar, tiada masalah.
Hardware kuat, Software pintar, Brainware bijaksana,
Mereka selesaikan tugas dengan sempurna.

Moralnya jelas, di dunia digital canggih,
Kerjasama yang kompak, itulah yang cantik.
Hardware, Software, dan Brainware bersatu,
Di tangan manusia, teknologi kan maju.


 


Makna Puisi:
Puisi ini menggambarkan dengan humor kolaborasi antara hardware, software, dan brainware, tiga komponen penting dalam dunia teknologi. Hardware adalah bagian fisik yang kuat dan tangguh, software adalah sistem yang cerdas dan fleksibel, sedangkan brainware, yaitu manusia atau pengguna, memberikan ide dan mengarahkan keduanya untuk bekerja sama. Melalui sinergi ini, teknologi dapat berkembang dan berfungsi dengan baik. Puisi ini menekankan pentingnya keseimbangan dan kerjasama antara teknologi dan manusia dalam menyelesaikan berbagai tugas.

Puisi: Tak Elak Belajar dari Balik Layar

Tak Elak Belajar dari Balik Layar

Di tahun pandemi, semua terbalik,
Kelas jadi virtual, semua serba pelik.
Guru di layar, suara terputus-putus,
Koneksi lemah, siswa ikut terkekeh lucu.

Laptop jadi meja, kasur jadi kursi,
Anak-anak belajar, tapi matanya sayu sekali.
Tugas dikirim lewat email yang salah,
Balasan terlambat, karena koneksi kalah.

Zoom meeting kacau, ada yang lupa mute,
Tiba-tiba terdengar suara ibu belanja sayur di mute.
Cekikikan di layar, semua tertawa,
Belajar online memang penuh drama.

Wi-Fi ngadat, semua jadi tegang,
Anak-anak bilang, "Besok lebih senang di kantin makan."
Tapi apa daya, pandemi belum usai,
Belajar online terus berlangsung, entah sampai kapan terhenti.

Di balik layar, canda dan tawa,
Meskipun seringkali penuh suka-duka.
Ini masa belajar yang tak akan terlupa,
Sambil berharap pandemi segera sirna.


 


Puisi ini menggambarkan pengalaman lucu dan penuh tantangan selama pembelajaran online saat pandemi COVID-19. Dalam suasana yang seharusnya serius, muncul berbagai kekonyolan seperti koneksi internet yang buruk, gangguan dari suara-suara tak terduga, dan perubahan fungsi ruang rumah menjadi ruang kelas. Meskipun banyak kesulitan, pengalaman ini juga memunculkan tawa dan kenangan unik yang akan selalu diingat.


Wednesday, October 9, 2024

Puisi: Cinta dalam Barisan Data

Cinta dalam Barisan Data

Ada basis data, penuh riuh dan ramai,
Tabel-tabel berjejer, siap perang damai.
"Primary key ku di mana?" teriak si tuan,
"Relasi kacau, oh tidak, aku butuh penjelasan!"

SQL pun datang, bak pahlawan bertopi,
Membawa query yang keren, tak peduli hari.
"Select from, join, dan where, semua kupakai,
Tapi kok hasilnya malah bikin kepala cenut-cenut sakit!"

Si index tertawa, sembunyi di balik catatan,
"Carilah aku dulu, sebelum sistemmu kelarutan!"
Backup datang, jadi cadangan jitu,
Tapi sayangnya tertinggal, semalam terlalu larut.

Si bug kecil masuk, ngacak-ngacak barisan,
Server gemetar, "Aku akan mati perlahan!"
Developer merayu, debugging jadi solusi,
Tapi sang bug terus lari, memberi puisi ilusi.

"Jangan khawatir, kawan," kata sang DBA,
"Kita rapikan, normalisasi adalah jalannya!"
Primary key dan foreign key berpelukan mesra,
Dalam skema data, cinta mereka berkelana.

Walau kompleks, walau kadang aneh,
Basis data selalu punya cara unik, tak bikin keringat ameh.
Jadi mari kita bersyukur, dengan humor kita jalani,
Di dunia data ini, kita tak pernah sendiri.


 


Puisi ini menggambarkan dunia basis data (Database Management System) dengan nuansa humor, di mana tabel, kunci utama, query, dan bug diberi karakter seolah-olah hidup dalam sebuah kantor yang sibuk. Melalui konflik dan kekacauan, puisi ini menyiratkan bahwa meski pengelolaan data seringkali rumit, dengan masalah seperti bug, hubungan antar tabel yang kacau, dan debugging yang tak berujung, selalu ada solusi dan momen lucu di dalamnya. Secara keseluruhan, puisi ini menyoroti tantangan bekerja dengan sistem basis data namun dengan pendekatan yang santai dan lucu.

Tuesday, October 8, 2024

Puisi: Spam Mail dan Segala Tawarannya

 Spam Mail dan Segala Tawarannya

Kubuka laptop pagi ini,
Inbox penuh, oh apa ini?
Pesan masuk berjajar rapi,
Dari sultan sampai lotere fantasi.

"Kamu menang! Miliaran segera!"
"Klik di sini, jangan lewatkan waktunya!"
Aku tertawa sambil menggeleng,
Jelas ini tipu, tapi kok sering?

Ada yang minta bantu kirim uang,
Katanya paman jauh, hutangnya melayang.
Bahkan ada undian yang tak pernah kuikuti,
Menjanjikan rumah, mobil, dan safari eksotis!

Di mana saja mereka dapat dataku,
Kenapa aku selalu jadi sasaran tipu?
Meski risih, aku tak bisa berhenti tertawa,
Melihat spam yang selalu tiba-tiba.

Akhirnya kuhapus dengan satu klik besar,
Sampai jumpa spam, kau tak bikin aku gentar!
Namun aku tahu besok pasti datang lagi,
Membawa tawaran, janji, dan fantasi tak bertepi.

 


Puisi: Kuda Kayu di Kebun Digital

Puisi: Kuda Kayu di Kebun Digital

Ada kuda kayu, di zaman kuno berjaya,
Kini di dunia maya, ia pun berkeliaran tanpa cela.
Dengan kode tersembunyi, ia datang berkilau,
Seakan hadiah, padahal jebakan menunggu kau.

"Klik aku," katanya, tampak tak berbahaya,
Tapi di dalam, virus menari-nari ria.
Program cilik sembunyi di balik topeng manis,
Menginfeksi sistemmu, ibarat penjahat licik nan bengis.

Dulu perang menggunakan pedang dan tameng,
Kini serangan terjadi tanpa gemuruh senapan bedil.
Trojan horse berlagak sahabat sejati,
Padahal ia musuh yang siap menyelinap di hati.

Kamu kira itu aplikasi bermanfaat?
Nyatanya, ia membawa bencana yang padat.
Dengan diam-diam ia mencuri datamu,
Membuat sistem crash, menyisakan rasa haru.

Jangan mudah percaya pada hal yang gratis,
Karena bisa jadi, Trojan menunggu habis-habisan.
Perisai antivirus siap kau pakai,
Agar kuda licik tak bisa lagi berkeliaran meriah.


 

Puisi: Di Museum Digital, Bahasa Terlupa

Di Museum Digital, Bahasa Terlupa

Suatu ketika di zaman purba,
Ada bahasa yang kini sirna,
FORTRAN dan COBOL jadi legenda,
Dulu jaya, kini tak terdengar suara.

Byte demi byte mereka menari,
Dalam dunia kode mereka berseri,
Tapi kini hanya jadi kenangan,
Ditinggal Python dan kawan-kawan.

Sang programmer tua berkata bijak,
"Dulu kami tak pakai grafik canggih," sambil terkekeh jenaka,
"Kini kalian pakai bahasa modern,
Tapi coba dek, ingatlah yang kuno janganlah hilang."

Kini di museum mereka beristirahat,
Bahasa pemrograman yang dulu hebat,
Dilupakan generasi yang terburu cepat,
Ah, nasib bahasa yang tak lagi lekat.


Puisi: Antivirusku Sang Penjaga Ghaib

Antivirusku Sang Penjaga Ghaib

Di layar laptop, kau datang bersinar,
Antivirus gagah, pahlawan tanpa gemetar.
Virus datang, mengendap diam-diam,
Kau tangkis dengan riang, tiada kelam.

Waktumu penuh, memindai sana-sini,
Cacing dan trojan kau buat lari.
“Update tersedia!” kau teriak riang,
Sekali klik, masalah hilang terang-benderang.

Meski kadang bikin lambat, oh begitu,
Aku tetap sayang, antivirus setiaku.
Tanpamu, siapa lagi yang melawan virus?
Jadi, terimakasih, kamu benar-benar serius!

 

Ilustrasi Puisi


Puisi ini mengangkat peran antivirus dalam kehidupan digital sehari-hari. Antivirus digambarkan sebagai pahlawan yang melindungi komputer dari ancaman virus, tetapi juga memiliki kebiasaan mengganggu, seperti memperlambat sistem dengan pembaruan atau pemindaian. Meski begitu, antivirus tetap dihargai sebagai penjaga setia yang selalu siap melawan bahaya tak terlihat. Puisi ini mencerminkan keakraban pengguna teknologi dengan perangkat lunaknya, yang meskipun mengganggu, tetap dianggap esensial.

Puisi: Selancar Malam di Belantara Deepweb

Selancar Malam di Belantara Deepweb


Di layar hitam tanpa batas, ku terjun,
Kopi di tangan, jari siap berjibaku,
Alamat aneh, simbol misterius,
Entah aku hacker atau cuma tersesat serius.

Pesan rahasia, file lama berdebu,
Ikon kucing, oh, kenapa ada di situ?
Perburuan harta karun data tak ternilai,
Tapi aku malah dapat meme dari tahun yang silam, duh gagal total!

Tiap klik adalah petualangan,
Seperti Dora masuk dunia yang berlebihan,
Apakah ini surga informasi?
Atau cuma tempat orang iseng berbagi fantasi?

Ilustrasi Puisi

Puisi: Petualangan Si Hacker di Lorong Gelap

Petualangan Si Hacker di Lorong Gelap

Di sudut gelap si dunia maya,
Si hacker duduk, tersenyum ria,
Pintu rahasia terbuka lebar,
Barang murah? Ah, itu standar!

Jangan kaget lihat iklan seram,
Paspor palsu, es krim kelam.
Di lorong gelap si darkweb hitam,
Si hacker bergumam, “Mana yang lebih nyaman?”

VPN menyala, jadi pahlawan,
Tak takut di-cek oleh FBI-san.
Tapi jangan sampai kau salah tekan,
Beli UFO atau sapi terbang!

 


Puisi: Startup Naik Daun

Startup Naik Daun

Di dunia startup yang selalu riuh,
Semua ide bermekaran, tumbuh,
Dibantu IT, cloud pun berdesis,
Menyulap yang kecil jadi raksasa bisnis.

Dulu mimpi jadi pengusaha, terasa sulit,
Sekarang cloud bikin itu jadi lebih legit,
Server di mana-mana, tanpa henti,
Anggaran kecil, tapi skalanya seluas bumi!

Dari garasi muncul inovasi,
Menyusul kopi, otak berseri-seri,
Modal seadanya, semangat tak pernah basi,
Bersama investor yang kadang datang lalu pergi.

Pivot sana-sini, sampai kepala mumet,
Tapi namanya juga startup, jangan cepat sebalet,
Inovasi model bisnis terus bergulir,
Kalau gagal, ya tinggal putar kemudi sambil meminggir.

Jadi mari kita rayakan, jangan resah,
Ekosistem startup, yang kadang lucu, kadang parah,
Berkat cloud dan IT, akses terbuka lebar,
Mimpi jadi unicorn? Ya, tinggal belajar bersabar!


Puisi: Duel Abadi: Linux vs Windows

Duel Abadi: Linux vs Windows

Dulu, aku pasang Windows,
Semua tampak indah, tak bikin cemas,
Tapi setiap update, aku tertegun,
"Restart now or remind me in 5 minutes?" - duh, bingung.

Tiba-tiba muncul si Linux yang gratis,
Katanya ringan, stabil, tanpa kompromis,
Tapi, oh, pas install,
"Masukkan command!" -- Aduh, aku terjebak di terminal.

Windows bilang, "Hey, aku kompatibel,
Game, Office, semua stabil,
Cukup klik sana sini, beres urusan,
Tak perlu belajar bahasa alien, bukan?"

Tapi Linux tak mau kalah,
"Di sini, kau punya kontrol penuh tanpa salah,
Sistemmu aman, tak ada virus menggila,
Dan update? Selesaikan di waktu senggang saja."

Namun di malam yang sunyi,
Windows crash, biru, dan mimpi ngeri,
Sementara Linux, meski hebat dan tegar,
Kadang bikin user newbie jadi ciut nyali, tak sabar.

Mereka bertarung, si pahlawan tertutup,
Satunya bergaya, satunya tanpa seruput,
Di dunia ini, tak ada yang sempurna,
Jadi ku pakai dua-duanya, biar adil sentosa!

Di bawah bintang teknologi yang bersinar,
Aku tertawa, tak perlu lagi gusar,
Linux atau Windows, itu selera,
Yang penting, tak perlu drama selamanya!

Ilustrasi Puisi

 


Puisi "Duel Abadi: Linux vs Windows" menggambarkan persaingan lucu antara dua sistem operasi, Windows dan Linux, dengan nuansa humor. Windows digambarkan sebagai sistem yang mudah digunakan tapi sering bermasalah dengan pembaruan dan crash, sementara Linux menawarkan stabilitas dan kebebasan, namun kadang membingungkan bagi pengguna awam dengan perintah terminalnya. Dalam kesimpulannya, pengguna merasa tidak ada sistem yang sempurna, sehingga memilih untuk menggunakan keduanya sebagai solusi yang adil. Puisi ini menekankan pentingnya menyesuaikan pilihan teknologi dengan kebutuhan individu tanpa perlu fanatisme terhadap satu platform.

Puisi: Debugging Dini Hari

Debugging Dini Hari

Kupikir mudah belajar koding,
Syntax Python, sederhana, tak membingungkan,
Tapi mengapa di layar tampak segalanya?
Eror merah muncul, bagai mimpi buruk tiba.

"Koma di mana?" tanya si compiler,
Kutambahkan koma, malah tambah liar!
If else kubaca bak puisi petang,
Tapi logikanya? Ya Tuhan, hilang!

Variabel kulupa beri nama,
Tapi jangan khawatir, aku sudah terbiasa.
"Coba lagi," kataku dengan mantap,
Sampai akhirnya tidur sambil laptop tetap menyala.

Jam tiga pagi, kopi tinggal sisa,
Di monitor, bug-bug kecil menari ria.
Sudah kuanggap mereka teman setia,
Selalu ada, meski tak pernah kuminta.

Jadi, kalau kau tanya sulitkah koding?
Mungkin tak sulit, kalau tak ada debugging.
Tapi entah kenapa, aku selalu kembali,
Walau terkadang harus tertawa sendiri.

Akhir kata: belajar koding, teman,
Sebuah seni, antara eror dan impian! 😄


Monday, October 7, 2024

Puisi: Evolusi Tempat Simpan

Evolusi Tempat Simpan

Dulu, simpanan itu sebesar cakram,
Magnetic disk, berputar dengan tenang.
"Jangan banyak file," katanya sinis,
"Nanti aku meledak, penuh ini disk!"

Kemudian datang si hardisk baja,
"Tenang, bro, aku kuat, jangan khawatir saja."
Data pun menari di atas piringannya,
Tapi lama-lama, bunyi kipasnya mengeluh pelan.

Lalu muncul flash disk kecil,
"Hei, aku mungil tapi canggih, dong!" serunya nakal.
Colok saja aku, praktis sekali,
Tanpa putaran, tanpa ribut, langsung transfer rapi!

Namun si flash disk belum yang terakhir,
MicroSD pun datang, makin kecil, bikin bingung sekarat.
"Simpan aku di dompet, atau dalam telinga,
Aku bisa muat lagu-lagu, bahkan semua cinta!"

Akhirnya, awan pun berbisik dari langit tinggi,
"Sudahlah, simpan saja di sini, tanpa perlu jinjing!"
Manusia tertegun, matanya terbelalak,
"Hebat, tapi jangan sampai sinyalnya hilang mendadak!"

ilustrasi puisi

 


Puisi ini menggambarkan perjalanan perkembangan media penyimpanan dengan humor ringan, mencatat transformasi dari media besar dan ribet hingga yang paling praktis, kecil, dan akhirnya ke penyimpanan awan yang tak terlihat namun bisa diakses di mana saja.


Puisi: Cacing di Layarku

Cacing di Layarku

Di tengah malam yang tenang, layar berbinar,
Masuklah si worm, tak diundang hadir.
Dia tak mengetuk, langsung saja menyebar,
Menyelundup lewat email, lincahnya luar biasa pintar.

"Saya cuma lewat," katanya malu-malu,
Membawa salinannya, seperti teman yang baru.
Klik satu folder, eh jadi berlipat ganda,
"Santai, cuma numpang... tak bikin sengsara!"

Namun harddisk mulai terasa berat,
"Hei, ini pesta atau ada serangan kilat?"
Sistem mendadak lamban, layar beku di sudut,
Sang worm tertawa kecil, "Ah, cuma sedikit input."

Tapi saat fajar mulai menyapa,
Worm tertidur, di pojokan data.
Dengan senyum jahil, ia berbisik lembut,
"Tenang saja, besok aku main lagi, seru banget!"

Ilustrasi Puisi

 

Friday, October 4, 2024

Puisi: Algoritma di Ujung Saraf

Algoritma di Ujung Saraf

Di tiap simpul, mimpi terajut perlahan,
Dalam jaring saraf, data pun bertautan,
Neuron-neuron bicara dalam senyap,
Menggali makna dari dunia yang berjejak.

Inisialisasi bobot dengan langkah acak,
Biaskan neuron, agar jejak tak terbatak.

Lapisan tersembunyi, rahasia yang tersembunyi,
Mengurai pola, merangkai misteri,
Fungsi aktivasi membuka pintu,
ReLU menyala, sigmoidal bertamu.

Mulai proses feedforward, berkas data mengalir,
Produk dot menghitung, bagai doa yang terukir.

Aktivasi diterapkan, fungsi pun jelas,
Muncul kebenaran yang dulu tak tegas.

Kesalahan hadir, memberi tanda,
Prediksi kita masih terselubung rencana,
Namun kita mundur, mencari arah,
Di lorong balik, kita menakar langkah.

Lakukan backpropagation, telusuri kesalahan,
Gradien mengalir, memperbaiki jalan.
Perbarui bobot, bias diperhitungkan,
Dengan laju pembelajaran, pola pun diselaraskan.

Begitu kita melangkah, mencoba lagi,
Menelusuri jejak hingga tak ada yang tertinggal,
Sampai akhirnya jaringan kita paham,
Bahwa dunia kini tak lagi buram.

Ulangi hingga kerugian kecil, tak lagi ada cela,
Jaringan pun kini melihat dengan mata yang berbeda.

Dan dalam jaring saraf ini, terukir janji,
Bahwa algoritma bisa mengurai mimpi,
Setiap simpul, setiap garis,
Menjadi saksi perjalanan tak pernah habis.

 

Ilustrasi Puisi

Puisi 10 Babak : Mekanik Tanpa Nafas

Jejak Mesin di Udara

Di sudut ruang sepi
Angka terbang di layar kaca
Menghitung denyut yang dulu manusia jaga,
Dalam suara klik, dalam hitungan kilobyte.
Tangan tak lagi menyentuh debu
Hanya sinyal yang memandu.

Makna: Puisi ini menggambarkan bagaimana pekerjaan manusia yang dulu dilakukan dengan tangan kini diambil alih oleh mesin dan teknologi. Ada kesunyian di dalam ruang kerja yang dulu penuh aktivitas fisik.


Waktu yang Tertahan

Jam berdetak tanpa jeda
Angka mengalir dalam gelombang data,
Tak ada lelah di balik layar
Hanya terus berjalan tanpa jeda.

Makna: Waktu dalam dunia komputerisasi tak mengenal lelah. Mesin terus bekerja tanpa henti, tak seperti manusia yang butuh istirahat, membuat waktu terasa beku dan tertahan.


Sentuhan yang Tak Lagi Sama

Jari-jari tak lagi bicara
Layar kaca menyerap semua,
Di sini, sentuhan bukan lagi nyata,
Hanya kode yang berpendar, menari tanpa rasa.

Makna: Pekerjaan manusia yang dulu melibatkan sentuhan fisik kini digantikan oleh layar dan mesin. Manusia mulai kehilangan hubungan fisik dengan pekerjaannya.


Kasir Tak Bernyawa

Di toko tanpa suara
Barang-barang meluncur,
Tanpa senyum, tanpa sapa,
Tangan mekanik menyambut belanja.

Makna: Menggambarkan fenomena kasir otomatis di toko-toko modern, di mana teknologi menggantikan interaksi manusia dengan pembeli. Dunia ritel berubah menjadi lebih dingin dan impersonal.


Pabrik Sibuk Nan Sunyi

Robot di jalur perakitan
Mengerat besi dengan akurasi dingin,
Bekerja tanpa jeda, tanpa tanya,
Angin hanya membawa suara mesin, tanpa bisikan manusia.

Makna: Pabrik-pabrik yang dulunya penuh dengan buruh kini beralih ke robot otomatis. Suara manusia, obrolan antar pekerja, digantikan oleh deru mesin yang tak kenal lelah.


Suara Tanpa Wajah

Panggilan yang dijawab oleh angin
Tanpa manusia, tanpa emosi
Hanya instruksi, hanya data
Bukan kata, hanya gema suara buatan.

Makna: Call center yang dulunya diisi manusia kini digantikan oleh sistem otomatis seperti IVR atau chatbot. Komunikasi menjadi dingin, tak berwajah, dan kaku.


Penerjemah  Tanpa Indera

Kata demi kata, diurai tanpa suara
Bahasa melintasi batas-batas,
Tanpa lidah, tanpa rasa
Hanya angka dan huruf, tercipta dari maya.

Makna: Teknologi penerjemahan yang canggih menggantikan penerjemah manusia. Ada kecepatan dan kemudahan, namun sering kali kehilangan nuansa dan emosi yang hanya bisa diberikan oleh manusia.


Penjaga Angka dan Berkas

Pembukuan tak lagi berat
Angka berlari dalam baris yang rapi
Tak ada tangan yang memegang pena
Hanya kode, hanya file yang terbuka.

Makna: Dalam dunia akuntansi modern, pekerjaan manual yang dulunya rumit kini dilakukan oleh perangkat lunak. Pembukuan menjadi cepat dan efisien, tetapi pekerjaan manual mulai ditinggalkan.


Rancangan Sekejap Mata

Gambar tercipta dari butiran digital
Bukan dari tangan, bukan dari jiwa
Template menggantikan karya
Tapi di sana, masih ada sisa inspirasi manusia.

Makna: Desain grafis yang dulu membutuhkan keterampilan dan waktu kini bisa dibuat dengan cepat menggunakan software otomatis. Meskipun efisien, aspek seni dan kreativitas yang personal sering kali hilang.


Pelajaran dari Sang Cahaya

Di masa depan yang tak jauh
Mesin menjadi gurumu,
Tanpa nada, tanpa senyum,
Namun, ilmunya tetap menyentuhmu.

Makna: Mesin dan teknologi telah mengambil alih berbagai pekerjaan, bahkan pendidikan. Namun, di balik semua itu, manusia masih bisa belajar dari teknologi, meskipun kehilangan aspek emosionalnya.


Makna umum Puisi 10 babak "Mekanik Tanpa Nafas"

Makna Utama: Seluruh puisi ini menyuarakan peralihan dari dunia kerja yang dulu penuh interaksi manusia ke dunia yang semakin otomatis dan didominasi oleh teknologi. Meskipun banyak pekerjaan manusia digantikan, puisi ini mengingatkan bahwa jejak manusia—dalam kreativitas, emosi, dan intuisi—masih ada di balik layar, tak sepenuhnya hilang.

 

Ilustrasi Puisi


Tuesday, October 1, 2024

Artikel: Jembatan antara Manusia dan Era Digital

Jembatan antara Manusia dan Era Digital

Oleh: Feri Sulianta

Dalam hidup kita yang semakin dipenuhi oleh teknologi, saya sering merenungkan bagaimana semua ini memengaruhi cara kita berkomunikasi, merasakan, dan memahami dunia. Puisi, sebagai salah satu bentuk ekspresi seni, tidak boleh tertinggal dalam menyambut perubahan zaman. Melalui puisi teknologi, saya ingin mengeksplorasi kedalaman emosi dan pengalaman manusia dalam konteks digital. Ini bukan hanya tentang alat dan perangkat, tetapi tentang bagaimana teknologi membentuk identitas kita dan cara kita berinteraksi satu sama lain.

Pentingnya Puisi Teknologi

Puisi teknologi penting untuk diangkat dalam dunia sastra di Indonesia, dan berikut adalah beberapa alasannya:

  1. Menggambarkan Realitas Sosial: Kita hidup di era di mana hampir setiap aspek kehidupan kita terhubung dengan teknologi. Puisi teknologi memungkinkan kita untuk merefleksikan realitas ini. Misalnya, dalam puisi saya "Gema di Ruang Maya," saya menggambarkan bagaimana suara-suara dalam ruang digital bisa membentuk kesunyian yang mendalam. Di sini, teknologi bukan hanya alat, tetapi juga sebuah ruang di mana kita berinteraksi dan berpisah.

  2. Membangun Kesadaran: Puisi dapat menjadi alat untuk membangkitkan kesadaran akan isu-isu sosial yang dihadapi masyarakat modern. Dalam karya "Jaring-jaring Ketidakpastian," saya membahas dampak kecanduan media sosial terhadap kesehatan mental. Melalui kata-kata, saya berusaha untuk menyampaikan betapa pentingnya menyadari hubungan kita dengan teknologi dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi kualitas hidup kita.

  3. Ekspresi Identitas: Di tengah globalisasi, puisi teknologi memberikan wadah bagi penulis untuk mengekspresikan identitas budaya mereka. Contohnya, dalam puisi saya "Langit yang Terhubung," saya mengeksplorasi bagaimana teknologi menghapus batasan geografis dan budaya, memungkinkan kita untuk merasakan pengalaman bersama meskipun terpisah oleh jarak.

  4. Menghadapi Tantangan Moral: Puisi teknologi juga dapat berfungsi sebagai refleksi etis. Dalam "Dilema Digital," saya menggambarkan konflik antara kenyamanan teknologi dan dampaknya terhadap privasi. Dengan merangkum perasaan dan pertanyaan yang muncul dari dilema ini, saya berharap pembaca dapat merenungkan pilihan mereka dalam menggunakan teknologi.

Menyambut Masa Depan

Di Indonesia, puisi teknologi bisa menjadi jembatan antara generasi yang lebih tua dan yang lebih muda. Ini adalah cara bagi kita untuk berbagi pengalaman dan memahami realitas yang berbeda. Dengan menulis puisi yang menggambarkan dampak teknologi, kita memberikan suara kepada generasi yang mungkin merasa terpinggirkan dalam diskusi tentang kemajuan dan modernitas.

Di era di mana banyak orang merasa terisolasi meskipun terhubung secara digital, puisi teknologi dapat menjadi pengingat bahwa di balik layar, kita semua memiliki cerita untuk diceritakan. Melalui puisi, kita dapat menciptakan dialog yang lebih dalam dan menemukan kembali makna dalam hubungan kita—baik itu dengan diri kita sendiri, dengan orang lain, atau dengan dunia di sekitar kita.

Saya mengajak para pembaca untuk merangkul puisi teknologi dan menjadikannya bagian dari perjalanan kreatif kita bersama. Mari kita eksplorasi, berinovasi, dan berbagi cerita yang lahir dari pengalaman hidup di era digital ini. Dengan demikian, puisi teknologi tidak hanya akan menjadi sebuah genre, tetapi juga sebuah gerakan untuk memahami dan merayakan kompleksitas kehidupan modern.


 

Search This Blog

Powered by Blogger.

About Me

My photo
Dr. Feri Sulianta, S.T., M.T., MOS, MTA, CPC, CNNLP, CHA mengawali karir sebagai Chief Information Officer, saat ini ia mengajar di beberapa perguruan tinggi dan menggeluti peran sebagai life coach. Kegemarannya menulis membuatnya didapuk MURI(2016) sebagai penulis buku Teknologi Informasi terbanyak. LEPRID (2018) memberikan apresiasi sebagai Penulis dengan Kategori Buku Terbanyak, 19 kategori untuk 88 buku. Hingga kini Feri Sulianta sudah memublikasikan lebih dari 100 judul buku.